Latar Belakang Feminisme

Home Articles Latar Belakang Feminisme
Share the knowledge!

Mungkin selama ini Anda berpikir bahwa feminisme hanyalah sebuah istilah asing yang hanya Anda baca di koran dan berita TV, sebuah wacana intelektual yang tidak ada hubungannya dengan kehidupan nyata. Tapi sebenarnya, feminism sudah menjadi bagian dari hidup kita sehari-hari. Feminisme ada di kampus Anda, di tempat kerja Anda, di tempat ibadah, di Facebook, di lingkungan pergaulan Anda, it’s everywhere!

Anda hidup dalam dunia yang feminis, sobat. Dan ini jelas sangat berhubungan dengan dinamika kehidupan romansa yang Anda alami selama ini. Salah satu alasan utama penyebab kefrustrasian Anda ketika berhadapan dengan wanita.

Istilah ‘feminisme’ baru mulai populer di tahun 1970an. Ini mengacu pada pergerakan kaum wanita di belahan dunia barat yang menginginkan persamaan hak dalam politik, sosial, budaya dan ekonomi antara wanita dengan pria. Wanita tidak lagi puas dengan hanya menjadi istri yang baik dan ibu rumah tangga yang mengurusi anak dan memasak. Mereka tidak lagi ingin menjadi pendamping setia yang penurut. Mereka ingin mendapatkan semua yang pria bisa dapatkan. Alasan mereka sederhana: karena manusia memiliki derajat yang sama terlepas dari jenis kelaminnya, dan terutama, karena selama ini pria telah semena-mena menyalah gunakan kekuasaan dan hak yang dimiliki.

Wanita merasa telah menjadi korban, dan mereka protes dengan keras. Dan protes mereka bukan saja telah didengar, tapi juga telah mengubah dunia.

Ketika Margareth Thatcher menjadi Perdana Menteri Inggris tahun 1979, gerakan ini mencapai puncaknya. Ahirnya seluruh dunia harus mengakui bahwa wanita pun dapat berdiri di puncak dan menjadi penguasa, termasuk penguasa atas pria. Para wanita di seluruh dunia bersorak sorai penuh kemenangan, dan ini telah mengubah posisi wanita dalam masyarakat.

Harap diingat bahwa saat itu, wanita masih dianggap sebagai warga negara kelas dua. Jadi jelas kejadian ini adalah sebuah perubahan tatanan sosial yang sangat drastis, dan tentu sangat positif. Ini menunjukkan bahwa seseorang diakui bukan lagi karena jenis kelaminnya, tapi karena kompetensinya.

Tapi masalahnya, semua persamaan hak ini telah jauh kebablasan dan malah mendorong wanita berubah menjadi mahluk yang materialistis, kompetitif, dan Cosmopolitan: fun, fearless female; sama sekali berbeda dari sosok ibu yang Anda kagumi dan sayangi.

Dr. Alice von Hildebrand, seorang professor dan penulis buku “The Privilege of Being Women” mengatakan: Feminism is a metaphysical revolt against the characteristics of women. Men seem to have all the advantages, and so feminists try to become a caricature of men.

Mari saya elaborasi lebih jauh.

Wanita dan pria adalah dua entitas yang berbeda, baik secara fisik maupun pisikis, maka secara logika istilah persamaan hak sangatlah absurd. Dan wanita sendiri pun tahu benar akan hal ini, oleh karena itu feminisme hanya menuntut persamaan hak, tapi tidak persamaan kewajiban. Dengan kata lain, wanita menginginkan semua keuntungan dan hak yang dimiliki pria namun tidak mau menjalani kewajiban yang dimiliki pria. Lebih simpelnya lagi: wanita mau yang enaknya saja.

Kaum wanita tidak puas hanya dengan persamaan hak. Mereka terus menerus, sedikit-demi sedikit, perlahan namun pasti, mengubah nilai-nilai sosial yang telah menjaga semua orang sejak jaman nenek moyang ribuan tahun yang lalu. Mereka ingin membentuk sebuah dunia di mana wanita dihargai, diutamakan dan diistimewakan lebih daripada pria. Yang jelas sangat bertentangan dengan prinsip awal gerakan feminisme itu sendiri: PERSAMAAN hak antara pria dan wanita.

Dan mereka telah berhasil. Sangat berhasil, malah.

Untuk ingin tahu lebih jauh soal feminisme yang kebablasan, baca artikel berikutnya “Feminisme yang Kebablasan

Share the knowledge!