Lebih Baik Mutusin atau Diputusin?

Home Articles Lebih Baik Mutusin atau Diputusin?
Share the knowledge!

Bila Anda harus memilih, manakah yang akan Anda pilih? Menjadi pihak yang lebih baik mutusin atau diputusin? Di bawah ini adalah pro dan kontra antara kedua pihak tersebut.

Lebih baik mutusin?

Bila Anda menjadi pihak yang memutuskan, maka Anda akan merasa lega karena akhirnya bisa putus juga setelah sekian lama berkutat dengan masalah. Bebas dan lepas dari segala beban masalah yang membuat hidup jadi stress selama ini. Lega karena akhirnya berani mengambil keputusan setelah berbulan-bulan menunggu waktu yang tepat dan memikirkan cara yang paling halus.

Tapi pihak yang memutuskan biasanya akan menjadi pihak yang disalahkan, dianggap tak berperasaan, karena pihak yang diputuskan merasa dirinya menjadi korban dan dicampakkan. Karena itu, bila Anda menjadi pihak yang memutuskan, kemungkinan besar Anda akan merasa bersalah ketika kekasih Anda menangis di hadapan Anda dan memohon untuk diberikan kesempatan sekali lagi. Anda akan merasa kasihan, dan akhirnya memberikannya kesempatan sekali lagi karena tidak tega melihat wajahnya yang memelas. Ketika itu terjadi, kecenderungannya adalah Anda akan merasa menyesal telah memutuskan kekasih Anda, merasa ragu atas keputusan Anda. Apalagi ketika Anda melihat mantan Anda dekat dengan orang lain, wah rasanya menyesal bukan main!

Lebih baik diputusin?

Bila Anda menjadi pihak yang diputuskan, maka Anda akan terbebas dari rasa bersalah. Karena sebagai “korban” Anda bisa menyalahkan kekasih Anda sebagai pihak yang tidak mau mempertahankan hubungan ini. Anda bisa berdalih dan meyakinkan diri Anda sendiri, bahwa Anda masih ingin memperbaiki hubungan tersebut tapi dia lah yang tidak mau memberikan kesempatan. Sebagai “korban”, Anda akan mendapatkan simpati banyak orang di kala sedih dan ketika Anda curhat. Tapi pihak yang diputuskan adalah pihak yang cenderung ingin balikan karena tidak rela diputuskan begitu saja.

Perasaan ingin balikan membuat Anda galau dan terpuruk dalam kesedihan yang berlarut-larut bila tidak segera ditangani. Yang paling parah ketika Anda menjadi pihak yang diputuskan adalah segala perasaan tidak diinginkan dan dicampakkan yang Anda rasakan. Merasa diri Anda tidak dihargai dan dibuang begitu saja seenaknya, bisa membuat Anda menjadi sangat marah dan kecewa. Bahkan bisa jadi Anda akan “dendam” kepada mantan Anda dan melakukan hal-hal bodoh seperti mengancam, memaki dengan kasar, melakukan aksi teror, dsb. Ini sudah menjadi kasus umum yang bisa Anda lihat di sekitar Anda.

Jadi, yang mana yang Anda pilih? Tidak ada yang lebih baik dan menguntungkan, karena dalam sebuah perpisahan kedua belah pihak merasakan sakit yang sama. Yang membedakan hanyalah konsekuensi dari posisi tersebut. Analoginya, sama seperti ketika Anda mengendarai mobil dan menabrak seorang pejalan kaki. Mungkin orang tersebut luka parah dan harus masuk rumah sakit, tapi Anda juga membayar biaya pengobatannya, berurusan dengan polisi, atau mungkin digebukin oleh warga setempat. Tidak ada yang diuntungkan, baik Anda dan orang tersebut akan merasakan kerugian.

Dalam pelatihan Hitman System, ada lebih banyak lagi pembahasan yang lebih detil. Namun uraian di atas adalah kecenderungan yang terjadi bila sebuah hubungan putus karena pertangkaran dan ketidakcocokkan. Bila penyebab perpisahan adalah perselingkuhan, pertentangan keluarga, dsb, maka pola dinamikanya bisa bervariasi.

So gimana, lebih enak mutusin atau diputusin? Bagikan pengalaman kamu di kolom komentar.

Share the knowledge!