Kenapa Wanita Ingin Dimengerti (Pria)?

Home Articles Kenapa Wanita Ingin Dimengerti (Pria)?
Share the knowledge!

Ada banyak kisah nyata maupun anekdot menggambarkan kompleksnya seorang wanita. Misalnya seorang wanita bisa pergi ke mall untuk belanja sepatu, namun pulang menenteng barang-barang selain sepatu. Wanita mendambakan hubungan yang penuh kasih sayang, namun malah membiarkan dirinya terpikat para penjahat kelamin. Wanita bermimpi kisah cinta yang alami mengalir dari persahabatan, namun tidak tertarik dengan para sahabat prianya. Wanita susah payah tampil cantik menarik perhatian, tapi jutek setengah mampus ketika didekati. Jokes kamus perbedaan sikap dan makna juga rasanya tidak akan pernah usang. Bukan cuma pria mengaku wanita adalah makhluk sulit, banyak wanita juga mengkonfirmasinya, bahkan mengaku lebih suka bersahabat dengan pria. Kenapa wanita sesulit itu? Dan jika wanita ingin dimengerti, kenapa sepertinya mereka malah mempersulit diri?

Sebagian orang menganggap kerumitan itu terjadi karena pria berpikir dengan otak dan wanita berpikir dengan hati. Menurut saya, itu adalah dualisme yang dungu karena sistem intelijensia hanya bisa dilakukan otak; hati adalah bagian sistem pencernaan, tidak mampu berpikir sama sekali. Tapi saya tidak menyangkal bahwa sepertinya wanita lebih cenderung terjebak ombak pertimbangan dan emosi dibanding pria. Otak manusia terdiri dari 40% gray matter dan 60% white matter, dan pria diketahui mengandalkan gray matter yang berfokus pada kemampuan kognisi  sementara wanita mengandalkan white matter  yang menghubungkan memori, emosi, dan hubungan antar gray matter. Ternyata memang ada penjelasan biologis dari stereotip pria pemikir dingin dan teknis sementara wanita pemikir emosional dan holistik (alias menyeluruh).

Jika gray matter adalah sebuah komputer maka white matter adalah kabel-kabel yang menyambungkan satu komputer ke komputer lain seperti jaringan internet. Ketika berpikir, wanita menggunakan ‘jaringan internet’ sehingga berproses lebih luas dan kompleks dibanding pria. Di satu sisi, kemampuan berpikir wanita tersebut cocok menyeimbangi kemampuan pria yang cenderung sempit, dangkal, dan simplistik. Tapi di sisi lain, memiliki komputer yang tak berhenti memperhitungkan informasi juga membuat wanita merasa bingung mumet mengelola dirinya, gejolak pemikirannya, dan keinginannya sendiri. Wanita bukannya bodoh tidak tahu apa yang dia butuhkan. Justru sebaliknya, wanita cerdas dan cermat, tapi dia kewalahan mempertimbangkan begitu banyak ‘kalau begini, kalau begitu’ sehingga sulit mengambil keputusan terbaik. Stereotip sederhananya: wanita begitu ingin dimengerti (dan dibantu, dan dibela, dan dipermudah, dsb) karena dia merasa sulit mengerti dirinya sendiri.

Contoh tipikal dunia nyatanya: ketika mereka berpikir begitu panjang dan bertanya-tanya, “Lebih baik pakai baju merah atau baju biru?” Ketika kalian berkeliling di food court, mereka kebingungan dan berkata, “Terserah apa aja deh.” Ketika mereka kalap mengambil barang-barang yang tidak urgent diperlukan di pesta diskon (atau bisa juga seperti pasangan saya yang malah jadi antipati tidak beli apa-apa karena pusing sendiri, LOL!). Ketika mereka serba salah ingin tampil menonjol tapi takut dianggap sok pamer dan ingin kalem saja tapi takut kehilangan kesempatan. Ketika mereka mengaku mengaku atau menginginkan sesuatu, tapi malah melakukan hal-hal lain yang sepertinya berlawanan.

Selain kewalahan mengerti dan mengambil keputusan, wanita juga bisa ‘tidak nyambung’ mengkoordinasikan pikiran dan sensasi tubuhnya sendiri. Meredith Chivers adalah psikolog klinis yang meneliti 2,502 wanita dan 1,918 pria tentang kesadaran diri dan stimulasi pada alat kelamin mereka. Hasilnya sangat unik: pria mengaku merasa terangsang ketika penisnya sedang ereksi, sementara banyak wanita mengaku tidak merasa terangsang padahal vaginanya sedang basah terlubrikasi. Mungkin mereka benar-benar tidak sadar dirinya terangsang, mungkin juga mereka sadar tapi jaim/enggan mengaku terangsang. Luar biasa. Saya rasa mirip dengan pola tingkah wanita berkata, “Gapapa kok!” padahal hatinya dongkol setengah mati.

Ada satu lagi penelitian unik oleh Susan Sprecher. Ketika ditanyai tentang kriteria pasangan idaman, wanita memulai urutan terpenting dari Faktor Kepribadian, lalu Faktor Ekspresif, lalu Faktor Finansial, dan terakhir Faktor Fisik. Namun ketika ditunjukkan sejumlah pria lalu diminta memilih salah satu yang diidamkan, terungkap sebenarnya mereka memulai penilaian dari kemenarikan fisik. Ajaib sekali, apa yang wanita pikir sebagai faktor paling tidak penting (alias nomor terakhir) justru sebenarnya adalah faktor terpenting (alias nomor pertama). Sprecher menyimpulkan, “The discrepancy between the experimental results and the subjects’ perceptions of how the factors affected their attraction were interpreted to indicate that people may not be aware of what attracts them to another.” Wajar jika wanita merasa tersesat dan sering terjerat hal-hal yang (mereka pikir) mereka tidak inginkan.

Kadang kesulitan mengerti diri sendiri itulah yang membuat wanita ‘hobi’ berperan jadi konselor dan penolong bagi orang lain. Dr. Kristin Neff menggambarkannya, “Research shows that women are generally kinder, more nurturing and empathetic to others than men. At the same time, they’re meaner, more dismissive, and critical of themselves.” Memahami orang lain membuat wanita merasa lebih baik dan lebih sibuk, seolah menutupi kesulitannya memahami diri sendiri. Dalam sesi konsultasi, saya banyak bertemu wanita yang suka berusaha keras memahami orang lain, sambil memendam harapan bahwa orang-orang itu (biasanya pasangannya) mau balas mengerti dan menerima dirinya yang serba membingungkan. Ini adalah strategi yang tidak sehat.

Saking tidak sehatnya, seorang wanita bisa menyanyangkan atau menyesali terlahir sebagai wanita. Tidak sedikit wanita yang melihat wanita (termasuk dirinya sendiri) sebagai sosok yang kompleks, aneh, dan menyulitkan. Ketidaknyamanan ini bisa terpupuk sejak kecil. Misalnya di usia remaja, pergaulan antar wanita diwarnai relationship agression  seperti aliansi berkompetisi (gang, BFF, sisterhood, atau sejenisnya) dan sikap alienasi (mengucilkan orang dan menyebarkan gosip) sebagai unjuk kekuatan. Implikasi di dunia bisnis terekam dalam survei Gallup: wanita lebih menginginkan atasan pria daripada pria menginginkan atasan pria. Studi tahun 2008 mengungkapkan wanita lebih banyak stress bekerja dengan atasan wanita dibanding dengan atasan pria. Dr Nikki Goldstein, seorang seksolog, mengatakan perilaku wanita yang sensitif, kompetitif, bahkan ‘membenci’ wanita lain itu merupakan proyeksi dari rasa frustasi dan negatif terhadap dirinya sendiri.

Bayangkan seseorang yang kewalahan mengerti dirinya sendiri karena terlalu banyak berpikir, menyesali kelahirannya dan kelemahannya sebagai wanita, teralienasi seorang diri, dibombardir 400-600 iklan/hari yang membuatnya merasa minder, mempercayai mentah-mentah propaganda feminis bahwa dunia lebih menguntungkan pria (walau ada benarnya juga), dan setiap hari dihantui setidaknya 13 pemikiran negatif. Bagaimana kira-kira perasaannya? Bisakah Anda terenyuh merasakan bahwa DIMENGERTI adalah salah satu kebutuhan dasar yang sangat dia impikan? Apakah kini Anda mengerti alasan wanita selalu senang dimengerti dan ingin dimengerti? Jadi masuk akal sekali ‘kan mengapa hati wanita mudah luluh ketika merasa dimengerti pria (yang tampil menarik, jika disesuaikan dengan penelitian Sprecher).

Tentu saya tidak mengatakan hidup pria lebih mudah daripada wanita. Pria juga punya kedunguan, masalah, dan tekanan-tekanan yang sebanding sulitnya dengan wanita, perbedaannya adalah pria cenderung lebih butuh dikagumi daripada dimengerti; suatu saat saya akan bahas itu panjang lebar. Artikel ini hanya fokus menjabarkan kenapa wanita ingin dimengerti, tapi ambil kesimpulan bahwa Anda perlu baca ribuan buku demi mengerti kompleksitas mereka. Saya tetap yakin sesungguhnya wanita untuk dicintai, bukan dimengerti, karena penelitian membuktikan wanita merasa bahagia ketika melihat pasangan mendekat bertanya tentang pengalamannya, apalagi tentang pengalaman negatifnya. Soal Anda benar-benar bisa mengerti atau tidak apa yang dia bicarakan, itu perkara yang tidak begitu penting. Kata kuncinya adalah DIA MELIHAT, MENDENGAR, BERPIKIR, DAN MERASA Anda mau berusaha mengerti dirinya. Seperti formula yang selalu saya ajarkan: cinta adalah hasil investasi. Jika Anda mau memberikan investasinya, sang wanita akan menikmati bunga dan buah bahagianya.

Nah bagaimana pendapat Anda sekarang, sebenarnya mudah ‘kan mengerti wanita? :)

Share the knowledge!