Sakitnya Tuh Di Sini: 5 TKP Sakit Hati Yang Tak Disadari

Sama seperti cinta dan kebahagiaan, sakit hati dan kesedihan adalah bagian dari kehidupan. Sebagai makhluk sosial, kita tidak bisa selalu terhindar berhubungan dengan seseorang yang secara sengaja maupun tidak sengaja menyakiti perasaan kita. Mungkin itu sebabnya ungkapan Sakitnya Tuh Di Sini belakangan ini gurih sekali menyebar sebagai meme di media sosial hingga akhirnya baru-baru ini menjadi lagu yang dinyanyikan Cita Citata.

Sebagai seorang relationship coach, saya selalu mengagumi korelasi antara sakit psikologis (emosi) dan fisiologis (tubuh) sebagaimana saya sudah jelaskan dahulu. Ada satu fenomena unik yang selalu digambarkan oleh banyak meme, termasuk video musik itu:  pose orang dengan pose tangan di dada sebagai tanda lokasi rasa sakit psikologis tersebut. Sensasi sakit hati selalu digambarkan terjadi di area dada, padahal realitanya tidak sesederhana itu. Salah satu metode coaching yang saya pakai adalah mengedukasi klien tentang gangguan-gangguan fisik yang terjadi ketika hatinya terlukai. Dengan mengetahui ada banyak lokasi sakit lainnya yang saling berkaitan, seseorang jadi bisa mengerti langkah-langkah untuk menyembuhkan diri, termasuk menyadari kapan perlu berkonsultasi ke psikolog dan dokter.

Apakah Anda siap jadi lebih cerdas mengetahui salah satu bocoran emas dari sesi konseling dengan saya?

SAKITNYA TUH DI SINI: KEPALA
Mungkin dianggap biasa saja, tapi kepala Anda terasa berat, tegang, ataupun pusing setiap mengalami sakit hati. Persis lirik lagu itu, Anda merasa “sakitnya tuh di sini, melihat kau selingkuh” dan bayangan itu terus menghantui sepanjang hari. Anda juga terobsesi menganalisa tanda-tanda penyebab perselingkuhan, mengingat macam-macam kejadian sampai Anda merasa sakit kepala sendiri. Ini biasanya disebut tension headache, karena rasanya memang seperti ada tali yang mengikat keras kepala Anda dari luar. Otot-otot kulit kepala Anda ikut mengeras dan kebas, kadang disertai tekanan yang seolah ingin meledak dari dalam kening Anda.

Anda biasanya sering menengadahkan kepala ke atas dengan kening yang berkerut untuk menerawang, membayangkan berbagai penilaian dan dugaan terburuk. Jika lelah, kepala Anda terjatuh menunduk ke bawah, dipenuhi suara-suara bising yang menuduh, menuding Anda sebagai orang yang tidak berharga. Tidak heran banyak orang suka mengurut-urut kepalanya sendiri ketika sedang mengalami masalah hubungan. Seluruh tekanan emosi itu, jika terus bertumpuk, bisa meningkatkan aktivitas di syaraf vagus yang terhubung hingga perut, menyebabkan Anda merasa mual-mual. Folikel rambut Anda juga bisa terpengaruh memasuki fase telogen effluvium yang membuat rambut berhenti bertumbuh, bahkan hingga membuat kerontokan.

SAKITNYA TUH DI SINI: DADA
Kita cenderung menahan nafas, atau bernafas dengan pendek, saat sedang berpikir hal-hal yang menegangkan. Leher, pundak dan dada Anda ikut tertular ketegangan di dalam kepala. Otak memompa cortisol, epinephrine, dan berbagai hormon stress lainnya yang sebenarnya membantu dan melindungi Anda menghadapi situasi berbahaya (seperti menyeberang jalan). Tapi sialnya ketegangan itu cuma di pikiran saja sehingga Anda tidak membakar energi untuk bergerak. Seluruh hormon itu cuma membuat otot-otot Anda mengeras kaku dan akhirnya menyesakkan dada. Ibaratnya Anda mengenakan baju zirah pakaian perang di saat kondisi damai tidak ada perang, bahkan dipakai untuk tidur-tiduran. Wajar terasa sesak dan menyakitkan.

Di dalam dada, jantung Anda bekerja lebih keras, tekanan darah meningkat sehingga beresiko serangan jantung. Uniknya, ini bukan cuma mempengaruhi orang yang dikhianati, tapi juga orang yang mengkhianati karena munculnya ketegangan dan rasa bersalah. Bahkan studi menunjukkan bahwa seseorang yang depresi karena trauma cinta bisa 5 kali lebih cepat meninggal dibanding orang yang berpenyakit jantung.

SAKITNYA TUH DI SINI: PERUT
Saat merasa dikhianati, sistem kerja lambung Anda juga terpengaruhi tapi Anda tidak menyadari pada awalnya. Bagian hypnothalamus di otak memproduksi hormon pencipta corticotropin yang menekan selera makan. Otak juga mengirimkan pesan pada kelenjar adrenal untuk memompa hormon epinephrine yang membuat tubuh jadi tegang mengantisipasi bahaya dan menunda kebutuhan untuk makan. Peningkatan hormon stress itu menyebabkan berkurangnya aliran darah pada sistem percernaan, kinerja lambung melambat, dan kadar gula dalam darah meningkat. Ini memicu gangguan-gangguan lain seperti sakit perut, diare, mual perih dari iritasi lambung, atau nyeri panas dari tidak terpakainya asam lambung yang naik ke dada.

Jika itu terjadi berkepanjangan, seseorang juga bisa terdorong ke sisi seberangnya: makan berlebihan, terutama makanan yang mengandung banyak lemak dan gula, saat merasa depresi atau sakit hati. Ketika dicerna, makanan yang kaya dua unsur itu mampu menenangkan emosi yang bergejolak di otak. Itu sebabnya tidak jarang orang yang dahulu kurus karena depresi kemudian bisa berubah jadi gemuk dan mengalami berbagai masalah obesitas.

SAKITNYA TUH DI SINI: KULIT
Cortisol juga meningkatkan produksi minyak para kulit, inilah hubungan stress dengan jerawat. Ketidakseimbangan tubuh itu menyebabkan masalah-masalah lainnya pada kulit, misalnya bersisik melepuh atau berair seperti penyakit eksim, bintik-bintik merah yang gatal bernama hives, radang rosacea, pergantian kulit yang terlalu cepat, dan masih banyak lagi. Paling minimal, kulit Anda jadi terlihat lebih kering, kusam kehilangan cahayanya. Hati yang terluka membuat Anda tampak begitu lemah, murung, dan tua.

Masih ada satu lagi ‘masalah kulit’ yang saya sering temui saat coaching: klien terbiasa mengoreskan benda tajam alias menyilet kulit atau tubuhnya karena sudah putus asa, mencari perhatian, ataupun berusaha mengalihkan sesak yang tak terucapkan di dalam hati. Ketika terluka, tubuh memang memproduksi senyawa painkiller alami bernama endorphin yang menurunkan rasa sakit (baik fisik maupun emosional). Itu sebabnya banyak orang mengaku merasa lebih tenang setelah menyilet kulit. Namun ini kebiasaan yang sangat berbahaya karena efeknya hanya sementara tapi membuat kecanduan dan cenderung meningkat penggunaannya. Jika pernah terpikir melakukannya, segera hentikan atau konsultasikan dengan psikolog untuk panduan mengatasinya.

SAKITNYA TUH DI SINI: ORGAN-ORGAN TUBUH LAINNYA!
Sakit hati pasti menghabiskan banyak energi, karena pikiran seseorang biasanya terus berpindah antara merasa marah, merasa kalah, dan merasa bersalah. “Apa jangan-jangan ini memang salahku?” demikian serangan rendah diri yang menusuk hati seseorang setiap menjelang tidur. Anda mungkin menghabiskan waktu banyak berbaring, tapi Anda sulit sekali untuk benar-benar tertidur. Wajar jika Anda mengalami insomnia yang melemahkan kinerja otot dan organ tubuh. Gabungkan itu dengan berkurangnya asupan gizi karena tidak ada selera makan, maka seluruh tubuh Anda seperti perlahan-lahan shutdown.

Mata Anda terlihat merah, segera disusul kemunculan kantung mata yang membesar. Kulit Anda jadi semakin kering, kusam, dan muncul bercak-bercak. Anda mulai merasa sulit berkonsentrasi pada pekerjaan, bahkan lambat untuk mencerna informasi dan mudah lupa. Anda tidak lagi bisa gesit dan fleksibel, membuat Anda sering menabrak atau menjatuhkan barang. Dr James Lynch, penulis The Broken Heart: The Medical Consequences Of Loneliness, menyatakan bahwa kondisi stress memicu agresi molekul radikal bebas terhadap sel-sel tubuh yang sehat sehingga menambah resiko gangguan jantung, kanker, dan penyakit serius lainnya.

Berikut adalah daftar variasi gangguan fisik yang biasanya muncul menemani trauma sakit hati menurut Dr. Mark Lerner dari American Academy of Experts in Traumatic Stress: debar jantung yang cepat, peningkatan tekanan darah, sesak bernafas, gejala-gejala syok, rasa sakit di dada, detak jantung yang tidak beraturan, otot nyeri dan tegang, tubuh lemas, pusing-pusing, pingsan, wajah memerah atau memucat, demam, mudah berkeringat, mudah haus, vertigo, gigi bergemeletuk, serta kekacauan kinerja lambung dan usus.

Berdasarkan semua penjelasan di atas, saya rasa lirik Cita Citata kurang lengkap karena pengkhianatan sakitnya tidak hanya di sini. Kalau mau dikoreksi, mungkin lebih kena ganti judul jadi Sakitnya Tuh Di Sana-Sini karena memang menyebar dan melibatkan seluruh tubuhDengan bobot rasa sakit sebesar itu, wajar saja Australian National University menemukan tingginya potensi perilaku melukai diri sendiri pada tahun pertama hingga tahun keempat.

“Lalu bagaimana mengatasi rasa sakit itu, Lex?” Anda mungkin bertanya. Setengah jawabannya sudah ada terselip pada setiap paragraf di atas, dan setengah lagi ada di artikel Kenapa Rasanya Sakit. Silakan baca ulang jika Anda belum menangkapnya.

Selamat mengobati diri sendiri! :)