Siap Menghadapi Hari Valentine?

Adakah satu hari dimana terjadi ritual pembantaian manusia besar-besaran di seluruh dunia yang bukan saja terus diperingati, tapi juga dilakukan berulang-ulang, setiap tahunnya? Tanggal 14 Februari, atau biasa dikenal dengan Valentine’s Day.

Saya tidak mengacu pada konflik berdarah antar mafia Al Capone dan Bugs Moran pada musim dingin 1929. Saya juga tidak berbicara tentang hari kematian martir seorang santo di abad 3 Masehi yang kemudian menjadi asal-usul nama Hari Valentine.

Yang saya maksud adalah pembantaian hati para pria dan wanita di seluruh dunia yang dilakukan atas nama cinta, baik mereka yang sudah dalam hubungan asmara ataupun masih single. Pernahkah terbayang ada berapa banyak orang yang mengalami patah hati karena ungkapan perasaan cintanya ditolak pada hari itu?Valentine’s Day juga membuat pria dan wanita yang belum memiliki pasangan merasa aneh, cacat, depresi karena merasa tidak terlibat dalam perayaan sedunia itu.

Itu sebabnya menjelang hari Valentine, banyak yang terpikir menyatakan perasaan, atau menembak, gebetannya. Sayang sekali, ide itu justru membuka resiko depresi lebih parah karena penolakan yang Anda terima di hari itu berarti akan dirayakan oleh ratusan juta manusia setiap tahunnya. Anda tidak akan pernah lupa pernah terluka di tanggal 14 Februari.

Tidak peduli apapun cara nembak yang Anda pilih, misalnya lewat radio atau di tepi sawah, secara statistik 14 Februari adalah hari terburuk untuk melakukannya! Rasa sakit hati yang Anda alami mampu untuk mendorong Anda melakukan tindakan bodoh seperti bunuh diri massal, menculik anak orang dan membunuh kekasih idaman Anda; tentu itu kejutan terbesar yang pernah dia dapatkan, sekaligus kejutan terakhir dalam hidupnya…

Bagi yang sudah memiliki hubungan, tren Valentine’s Day memiliki kecenderungan merusaknya karena adanya harapan-harapan yang tidak sehat tentang hari tersebut. Pria dan wanita mengalami lebih banyak tekanan pada hari itu dibandingkan dengan hari-hari lain dalam satu tahun. Alasannya adalah karena para produsen kartu ucapan seperti Hallmark, pabrik coklat Hershey‘s, toko perhiasan Tiffany & Co., dan jutaan toko bunga berhasil mencuci otak setiap wanita dan sebagian besar pria bahwa Valentine’s Day adalah sebuah momentum (konsumerisme) yang tidak boleh dilewatkan begitu saja.

Tidak peduli Anda masih dalam periode pendekatan, sekedar TTM, pacaran, atau malah menikah, tekanan yang diciptakan oleh para korporasi besar itu terlalu besar untuk dilawan sehingga mau tidak mau Anda terhipnotis untuk melangkah ke dalam salah satu toko, sujud menyembah sang dewa Cinta dan membeli satu atau dua barang yang konon bisa mempererat hubungan emosional Anda dengan kekasih. Konon. Misalnya lingerie…

Setiap tahunnya, pada hari Cinta dan Kasih Sayang sedunia, justru kedua hal tersebut mendadak menjadi sesuatu yang sangat sulit dan penuh tekanan sekaligus dangkal. Alasan saya menulis demikian adalah karena semakin panjang periode sebuah hubungan, semakin besar tekanan yang pasangan itu alami karena menipisnya ide-ide orisinal. Begitu teracuni dengan budaya kapitalistik, kita biasanya menyerah dan mengambil jalan pintas: mencarikan hadiah atau acara yang lebih mahal daripada tahun sebelumnya. Akibatnya semakin tahun semakin sulit. Tidak ada lagi Teddy Bear yang lebih besar dari Teddy Bear tahun kemarin.

Kalau pasangan tersebut kebetulan tidak memiliki hambatan apapun di departemen finansialnya, maka Valentine tahun itu akan berlalu dengan menyenangkan. Tapi kalau salah satunya, mengalami kesulitan, maka satu minggu menjelang hari Valentine tahun itu akan menjadi neraka berjalan.

Beberapa saran sederhana adalah: hindari memberikan hadiah yang terlalu ekstrim, misalnya ular dan janin bayi; kalau bisa jangan berduaan di kos; lupakan nasihat-nasihat bodoh beredar di tabloid dan majalah populer yang semakin memperparah situasi; dan sadari bahwa survei mencatat ada banyak kisah cinta yang terputus pada pada hari Valentine.

Terakhir, jika semua orang di dunia bersikap sok spesial di hari Valentine, bukankah itu berarti Anda dan pasangan Anda menjadi tidak spesial (sama seperti orang lain) karena ikut-ikutan bersikap spesial seperti itu juga?