Pada saat bersedih atau berduka, kamu mengalami tahap-tahap yang sama dengan orang-orang lainnya yang sedih. Elisabeth Kübler-Ross (psikiatris kebangsaan Swiss Amerika) membagi tahap-tahap ini menjadi lima tahap.
Ada banyak alasan untuk berduka atau bersedih, namun untuk tujuan artikel ini, kita akan menggunakan contoh orang yang berduka karena putus cinta. Tapi sembari membaca, coba hubungkan tahap-tahap ini dengan kedukaan kamu yang paling fresh, yang paling nyess, atau yang paling berbekas hingga sekarang. Misalnya, habis ditolak, habis putus, habis kehilangan orang atau benda yang disayang, kedukaan apa saja.
Yuk kita lihat apa saja lima tahapan orang bersedih tersebut.
1. Denial
Tahap pertama adalah denial. Denial adalah fase di mana kamu menolak untuk mengakui bahwa kedukaan itu ada. Denial adalah fase di mana kamu mengira, bila kamu lari dari semua masalah ini, mengabaikannya, dan pura-pura menganggapnya tidak terjadi, maka masalah ini akan selesai.
Ini adalah tahap di mana kamu berkata: “Ah mungkin dia lagi marah aja, besok juga udah reda.” atau “Nggak lah, kemarin aja masih mesra.” atau “Pusing ah, gue nggak mau pikirin!” Dalam bentuk perbuatan, misalnya kamu tetap cuek dan berlaku seperti pasangan, walaupun dia sudah memutuskan kamu kemarin. Masih menelponnya, masih menghubunginya, dan masih mention dia seakan-akan tidak ada yang terjadi.
2. Angry
Tahap berikutnya adalah kemarahan. Fase ini adalah fase di mana kamu mulai sadar bahwa semuanya memang benar-benar terjadi, dan respon kamu yang paling pertama adalah menjadi marah. Fase ini adalah fase di mana kamu melampiaskan kemarahan kamu terhadap suatu hal eksternal yang kamu jadikan kambing hitam ataupun diri sendiri. Ini adalah fase di mana seseorang menjadi jahat pada mantannya.
Ini adalah tahap di mana kamu berkata: “Dasar wanita matre! Maunya duit aja! Pergi aja sana gue nggak butuh lo!” atau “Sahabat macam apa itu?! Tukang tikung begitu emang cocoknya dapet tukang selingkuh!” atau “Gue benci sama tubuh gue!” dan segala bentuk kemarahan lainnya. Kamu juga bisa marah-marah pada sahabat yang sudah capek-capek berusaha untuk menghibur kamu, sehingga mereka meninggalkan kamu dan menciptakan kemarahan yang lebih besar, “Bukannya menghibur malah ninggalin. Sahabat apa tuh?” Kamu jadi bego karena kemarahan mengisi tempat yang harusnya diisi dengan kecerdasan.
3. Bargaining
Tahap berikutnya adalah bargaining, berusaha untuk kompromi. Fase ini adalah fase di mana kamu berusaha memperbaiki masalah dengan berusaha menawar. Biasanya bentuknya adalah sesuatu yang sifatnya “saya tahu ini harus terjadi, tapi paling nggak <titik-titik> deh.”
Ini adalah tahap di mana kamu berkata: “Kasih gue kesempatan sekali lagi. Lo boleh anggap gue bukan pacar lo, tapi gue akan berubah!” atau “Gue rela lo jalan sama mantan lo, tapi paling nggak hubungan kita tetap ada…”, atau memohon-mohon mengemis, dan segala macam negosiasi penawaran usaha terakhir kamu. Semua penawaran di fase ini biasanya desperate dan merugikan diri sendiri. Jadi tidak ada penawaran ala, “Oke deh gue kasih lo kesempatan sekali lagi. Jangan selingkuh lagi ya.”
Di fase bargaining juga orang melakukan hal-hal yang tidak masuk akal untuk menyelesaikan masalah. Misalnya, berlaku jahat pada mantan dengan tujuan agar dia mau balikan. Atau, ngetweet galau setiap hari agar mantan membacanya, merasa iba, lalu mau balikan. Atau, pergi dengan sahabat-sahabatnya (atau lawan jenis), lalu memasang foto bahwa dia bahagia bersama mereka, agar (entah bagaimana caranya) si mantan mau balikan.
Di fase ini, kamu merasa kamu punya kesempatan. Kamu punya bayangan bahwa semuanya akan indah seperti dulu. Semuanya masih bisa kembali. Namun semua bayangan itu akan segera lenyap.
4. Depression
Tahap berikutnya adalah depresi, atau kesedihan. Fase ini adalah fase di mana kamu sadar bahwa semuanya tidak bisa diperbaiki, bahwa semuanya tak akan pernah kembali, bahwa semua harapan sudah lenyap. Mungkin karena semua hal “jenius” yang kamu pikirkan di fase sebelumnya sama sekali tidak ada hasilnya, atau dia udah jadian lagi, atau menikah. Kamu tidak tahu lagi harus melakukan hal apa, dan hal yang paling terpikir di kepala kamu adalah menangis, berduka, bersedih, galau, ngetweet tentang mantanmu, ngetweet tentang hubunganmu.
Ini adalah tahap di mana kamu berkata, “Gue nggak punya harapan untuk maju”, atau “Buat apa punya kehidupan yang bahagia, kalo dia tidak ada di sana untuk menikmatinya?” atau yang lebay mampus seperti “Anak-anak gue tidak akan terlahir, karena ibunya telah pergi. Selamat tinggal anak-anakku.”
Fase depresi adalah fase yang kritikal. Ini adalah fase yang penting sekali dalam menghadapi duka. Ada banyak orang tidak ingin berlama-lama di fase ini, seperti orang yang tidak ingin menangis saat putus karena menurut mereka itu tanda kelemahan dan belum move on; tapi ternyata move-on-nya sampai bertahun-tahun.
Di dalam prinsip romansa Hitman System, bila kamu sudah sampai ke fase ini, menangislah sejadi-jadinya. Berdukalah sepuas-puasnya. Bergalaulah senikmat-nikmatnya. Tapi, sebelum melakukan semua hal itu, kamu wajib, kudu, nggak boleh enggak, harus beri batasan pada dirimu mau berapa lama? Bila waktunya sudah habis, maka kamu harus paksa diri untuk lanjut ke fase berikutnya.
5. Acceptance
Tahap berikutnya adalah penerimaan. Fase ini adalah fase di mana kamu sadar bahwa semuanya adalah pelajaran masa lalu, bahwa semuanya sudah berakhir, dan sudah saatnya untuk melangkah ke depan. Kamu memetik satu hal penting, dan menjaganya setiap waktu bersama kenangan-kenangan manis yang kamu miliki bersamanya.
Salah satu penyebab kedukaan yang berlanjut adalah: setelah fase depresi, bukannya masuk fase penerimaan, orang malah kembali ke fase denial, atau fase kemarahan. Setelah berduka, dia kembali menyangkal atau kembali marah-marah. Dan proses ini bisa terjadi selama bertahun-tahun. Kamu bisa aja bilang udah move on dan pacaran dengan orang baru, namun ternyata kamu sedang berada di fase denial, karena kamu yakin suatu saat nanti kalian akan kembali berdua. Kamu bisa aja bilang udah move on, tapi padahal kamu memendam dendam karena kamu masih berada di fase angry. Dan sebagainya.
Akibatnya duka menjadi lingkaran tanpa henti. Denial, marah, kompromi, sedih, denial lagi, marah, kompromi, sedih, lalu marah lagi, kompromi, dan seterusnya. Sambil terus membuang umur hidupnya yang terbatas dan harusnya bisa digunakan untuk berbahagia…
Nah bagaimana dengan kamu? Sekarang sudah ada di fase manakah?