Stockholm Syndrome ini telah dibahas di kelascinta.com beberapa hari yang lalu yang berkaitan dengan kondisi psikis seseorang ketika dia telah terbelenggu di dalam hubungan yang menyiksanya, baik secara psikis maupun fisik. Saat mood pacar lagi baik, dia dihujani kasih sayang. Tapi ketika pasangannya naik darah, dia pun dianiaya bertubi-tubi.Dan penderitaan ini semakin akut saat dia membiarkannya berlangsung terus menerus, karena dia meyakini bahwa “cinta harus berkorban dan bertahan”, “sudah terlanjur sayang”, “kunikmati penderitaan ini sebagai bagian dari cinta”, dan beragam kepolosannya dalam memaknai romansa, alhasil tidak bisa berbuat apa-apa selain membiarkan dirinya terpuruk. Bukan hanya wanita saja yang menjadi korban, tetapi pria juga. Bukannya berpacaran dengan seorang kekasih, mereka berpacaran dengan seorang teroris. Bukan hubungan yang penuh kedamaian dan saling membahagiakan, tapi malah hubungan yang penuh ketakutan, tangisan, ancaman, dan penganiayaan.
Anda jangan sampai terjerumus ke dalam kisah percintaan mengerikan seperti itu! Apa yang bisa kita lakukan untuk menghindarinya? Anda harus bisa menunjukkan sisi tegasmu semenjak awal hubungan. Awal hubungan adalah periode penting yang sangat menentukan bagaimana hubungan ini akan berlangsung di masa mendatang. Kalau Anda memang tidak ingin mengidap Sindrom Stockholm dan juga kasus-kasus KDRT di kemudian hari, maka tutuplah celah-celah yang dapat mengizinkan pasangan bertingkah dan bertindak kasar dari sekarang juga.
Di dalam hubungan, selain memberikan kasih sayang dan perhatian, Anda juga harus bisa menunjukkan ketegasan. Ketegasan merupakan salah satu perwujudan dari rasa percaya diri. Ketegasan dimunculkan ketika ada hal-hal yang menurut Anda mulai melanggar batas dan kesepakatan. Mengapa Anda harus menunjukkan ketegasan dari awal? Karena jauh lebih mudah untuk menegurnya secara baik-baik di saat dia masih melakukan kesalahan kecil, dibanding menegurnya saat sudah terbiasa membuat kesalahan-kesalahan besar. Tegasnya nggak harus marah-marah, tapi tegas dengan cerdas: intonasi bicara yang nggak meninggi, dan sedikit flirty sambil dibecandain juga OK.
Misalnya, Anda harus berani menegurnya ketika dia mulai rese dengan menanyakan password akun media sosial Anda. Tapi negurnya baik-baik yah, kalau perlu sambil digodain sedikit. Atau contoh lainnya: “Kamu kenapa, Sayang? Kok penasaran sih nanyain password FB-ku? Percuma, nggak ada harta karunnya di situ. Tiap hari udah aku cek kok!” Anda juga bisa ingatkan dia saat lagi ngambek gara-gara Anda kemarin nggak menjemput sepulang kerja, “Kok diem aja, Beb? Oh masih BT sama aku ya gara-gara kemarin aku gak jemput kamu. Ya sudah, besok-besok aku jemput lagi ya. Sekarang temenin aku ngopi yuk!”.
Banyak orang berpikir bahwa menjadi tegas akan membuat pasangan pergi. Anda tidak perlu khawatir, kalau Anda melakukannya untuk kepentingan bersama dan untuk kebaikan, maka kekasih Anda justru mau menerima dan perlahan-lahan mau memperbaiki sikapnya. Dia pun akan menegur Anda secara baik-baik ketika Anda melakukan kesalahan, akhirnya kalian jadi mau saling introspeksi dan memperbaiki kesalahan masing-masing. Yang tadinya mau bertengkar hebat, malah nggak jadi, justru jadi semakin akur.
Saling menguntungkan bukan? Tapi kalau Anda baru mau bertindak tegas di saat Anda sudah terlanjur merasakan berbagai intimidasi dan penyiksaan, maka itu semua sudah terlambat. Anda telah kehilangan banyak kebahagiaan yang seharusnya layak Anda dapatkan. So, semuanya Anda yang memutuskan, mau hubungan bahagia lahir batin atau berakhir dengan Stockholm Syndrome?