Masih ingat ketika orang tua kita dulu mendongengkan cerita sebelum tidur? Tahu tidak, ada dua pola berbeda yang diterapkan oleh orang tua saat mendongeng dan tidak disadari tapi ternyata membawa pengaruh besar kepada emosi anak pada awal masa kehidupan. Sebuah studi menyimpulkan orang tua khususnya ibu lebih banyak menggunakan kata-kata bernuansa emosi seperti marah, kesal, senang, sedih dan lain-lain serta divisualisasikan secara lebih detail ketika mendongengkan anak perempuannya.
Berbeda dengan anak laki-laki, ibu biasanya lebih menceritakan tentang sebab dan akibat emosi seperti marah (barangkali untuk berjaga-jaga). Akibatnya anak perempuan lebih cakap untuk menjelajahi emosinya dan memiliki alternatif untuk meluapkan emosi dengan cara-cara selain perkelahian fisik. Sedangkan anak laki-laki masih menggunakan cara perkelahian fisik karena mereka tidak tahu bagaimana mengungkapkan emosi dengan cara lebih tertutup.
Tapi bukan berarti semua anak perempuan cakap dalam emosi, ada juga yang secara lahiriah agresif baik laki-laki maupun perempuan. Tapi bedanya, menginjak umur 13 tahun, anak perempuan yang secara lahiriah agresif lebih pintar untuk melancarkan taktik-taktif agresif yang licik, seperti gosip jahat, pengucilan dan balas dendam secara tidak langsung, sedangkan anak laki-laki tetap menggunakan cara berkelahi.
Nah, kali ini mari kita bernostalgia masa-masa kecil kita sebelum TK, memasuki TK lalu melanjutkan ke SD.
Kita pasti pernah punya dong sahabat lawan jenis sebelum kita TK, atau kalau bukan sahabat ya teman main biasa deh. Nah, sahabat-sahabat lawan jenis kita ini jumlahnya berkurang seiring kita makin tumbuh besar. Tidak percaya? Ada lho studinya dimana anak-anak berumur 3 tahun memiliki sahabat yang kurang lebih separuhnya berbeda jenis kelaminnya. Namun, seiring menginjak umur 5 tahun, sahabat-sahabat lawan jenisnya berkurang jumlahnya kurang lebih 20 persen dan parahnya menginjak umur 7 tahun baik anak laki-laki maupun wanita hampir tidak memiliki sahabat dengan lawan jenis.
Hal ini diteliti oleh ahli psikolog kenapa bisa seperti itu dan mereka menemukan jawabannya. Umumnya anak-anak kecil takut dicap punya pacar oleh teman-temannya. Kita juga pasti pernah mengalaminya, ya minimal melihat teman ketakutan dicap genit deh. Selain takut dicap punya pacar ternyata faktor permainan juga menentukan berkurangnya sahabat lawan jenis. Dulu pas saya SD, anak laki-laki mainnya sering main bola sedangkan anak perempuan main karet atau bola bekel. Anak-anak mulai lagi memiliki sahabat dari lawan jenis ketika mulai menginjak remaja atau mulai mengenal istilah kencan.
Nah dari tipe permainan ini bisa dilihat bila anak perempuan bermain bersama-sama, mereka melakukan dalam kelompok-kelompok kecil yang rukun, meminimalisasi permusuhan dan memaksimalisasi kerja sama, sementara anak laki-laki cenderung membuat kelompok-kelompok yang lebih besar, dengan tekanan pada perasaan saling bersaing. Bila ada anak laki-laki yang cedera maka ia diharapkan minggir dan berhenti menangis agar permainan bisa dilanjutkan, berbeda jika ada anak perempuan yang cedera, permainan akan berhenti sementara semua anak berkumpul untuk menolong si anak yang cedera.
Maka dari itu Carol Gilligan dari Harvard University menyimpulkan perbedaan kunci antara laki-laki dan perempuan: laki-laki bangga karena kemandirian dan kemerdekaan yang berpikiran ulet dan mandiri, sedangkan wanita melihat dirinya sebagi bagian dari jaringan hubungan. Akibatnya laki-laki terancam bila ada apa-apa yang menantang kemandiriannya sedangkan perempuan lebih terancam oleh terputusnya hubungan yang mereka bina.
Pendek kata, perbedaan dalam didikan emosi ini menghasilkan keterampilan-keterampilan yang sangat berbeda. Anak perempuan menjadi mahir membaca, mengungkapkan dan mengkomunikasikan perasaan-perasaannya lewat isyarat nonverbal, ekspresi dan nada suara. Sedangkan untuk laki-laki menjadi cakap dalam meredam emosi yang berkaitan dengan perasaan rentan, salah, takut, sakit dan tidak terlalu cakap untuk membaca isyarat emosi.
Nah untuk para ladies, beruntunglah kalian karena memiliki kemampuan untuk lebih peka terhadap isyarat tersembunyi karena pria bukanlah orang yang ekspresif. Tapi di satu sisi, cobalah untuk mengungkapkan emosi-emosi kalian lewat verbal bukan isyarat sehingga pria lebih bisa menangkap maksud yang kalian ingin utarakan. Dan untuk para pria, kalian sudah sadar kenapa kalian tidak begitu ekspresif tapi berekspresi itu penting dalam sebuah hubungan dan juga untuk diri kalian sendiri.
Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca, semoga bermanfaat. Spread the love!
(Disadur dari buku Emotional Intelligence penulis Daniel Goleman)