Tingkat perceraian di Indonesia memuncak setiap tahunnya, dan pada 2014, meningkat cukup tajam sebanyak 52 persen. Perceraian disebabkan oleh ketidaksiapan menikah suami-istri karena rumah tangga tidak harmonis, tidak ada tanggung jawab, persoalan ekonomi, dan kehadiran pihak ketiga.
Sedih sekali, ya. Hasil survei di atas dapat membuatmu panik dan ragu-ragu apakah pasangan kamu saat ini adalah orang paling tepat untuk menjadi pasangan halal kamu. Dan sayangnya, di kehidupan yang tidak pernah bisa diprediksi ini, kamu tidak akan pernah benar-benar tahu apakah si dia yang kamu cintai saat ini adalah pasanganmu yang paling tepat untuk seumur hidup. Namun, jangan sampai kamu pesimis. Sebenarnya, ada beberapa cara untuk memastikan apakah dia layak jadi pasangan halal kamu. Berikut ini adalah beberapa pertanyaan yang bisa kalian jawab bersama agar kamu yakin kalian benar-benar bisa menikah dan jadi pasangan halal yang terbaik.
1. Bisakah Kamu Menjadi Dirimu yang Terbaik di Depan Pasangan?
Kamu bisa langsung tahu jawaban apakah si dia pasangan yang tepat buatmu dengan menjawab pertanyaan di atas. Semua pasangan melakukan kompromi dan pengorbanan demi kesuksesan hubungan, tetapi apakah kamu tetap bisa menjadi the best of yourself di depan si dia?
Menjadi dirimu yang terbaik berarti si dia tidak memintamu mengubah kepribadian, karir, hidup, dan apa yang kamu suka demi kenyamanan pasangan. Pasangan yang terbaik untuk dinikahi adalah orang yang bisa memberimu dukungan dan dorongan untuk menjadi dirimu yang terbaik.
2. Kenapa Kamu Mau Menikah dengan Pasangan?
Ketika ditanya kenapa mereka ingin menikah, kebanyakan pasangan menjawab, “Bukannya harusnya begitu, ya? Kan kita udah lama pacaran.” Bagi mereka, pernikahan hanyalah KEHARUSAN setelah sekian lama menjalani hubungan. Mereka menuruti saja siklus kehidupan dengan pacaran, menikah, lalu punya anak.
You don’t have to do that. Jangan menikah karena kamu sudah telanjur nyaman dengan pasangan. Jangan menikah karena kamu telanjur banyak menghabiskan waktu dan energimu untuk si dia. Jangan menikah karena merasa dirimu sudah terlalu tua untuk melajang.
3. Apa yang Benar-Benar Kamu Rasakan Terhadap Pasangan?
Tentu, kamu mencintai pasangan. Tetapi, jauh di dalam lubuk hatimu atau intuisi kamu, apakah kamu merasa dia tidak tepat buatmu? Intuisi kamu nyaris tidak pernah berbohong. Jika kamu masih ragu, tanyakan saja pada teman-teman atau keluarga. Kamu juga bisa berkonsultasi dengan relationship coach untuk memastikan. Jika kebanyakan dari mereka menjawab pasangan tidak baik buatmu, kamu wajib mendengar masukan dari mereka. Lebih baik kamu sakit hati memutuskan hubungan daripada kamu merasakan penyesalan yang ribuan kali lebih sakit karena perceraian.
4. Seperti Apa Rumah Tangga Impian Kamu dan Pasangan di Masa Depan?
Sebelum kamu mengucap janji suci, sudahkah kamu sadar si dia akan menjadi pasangan kamu seumur hidup? Artinya, kamu harus menerima yang terbaik dan terburuk pasangan. Bersedia untuk tetap bersama meski banyak rintangan menghadang. Dan mampu mengatasi situasi-situasi sulit bersama-sama.
Oleh karena itulah, kamu wajib menanyakan pasangan dan dirimu sendiri seperti apa definisi pernikahan untuk kalian dan apa yang kalian harapkan dari pernikahan ini. Misalnya, kamu ingin memiliki anak, tetapi pasangan tidak mau. Atau pasangan ingin tinggal di luar kota, tetapi kamu sudah nyaman tinggal di kotamu. Bersediakah kamu pindah? Ketika kalian menemukan perbedaan seperti ini, bisakah kalian berkompromi untuk mencari penyelesaiannya?
5. Bersediakah Kamu dan Pasangan Membuka Diri Untuk Berkonsultasi dengan Relationsip Coach?
Ekspektasi kebanyakan pasangan adalah kebahagiaan dan kesuksesan rumah tangga bisa berhasil begitu saja. Mudah sekali untuk berpikir demikian kalau kamu dan pasangan masih menjalani tahun pertama pernikahan.
Setelah setahun atau dua tahun berlalu, akan mulai masa-masa sulit. Cinta tidak akan cukup menopang rumah tangga. Kontribusi besar yang seimbanglah yang menjadi penentu kesuksesan pernikahan. Di saat inilah, masalah, konflik, dan perbedaan muncul. Kalian akan membutuhkan logika, rasionalisme, dan sikap objektif untuk menyelesaikannya. Jika kamu dan pasangan tidak mampu menyelesaikannya berdua dengan cara-cara tersebut, bisakah kalian membuka diri untuk berkonsultasi dengan relationship coach atau konseling pernikahan untuk masukan dan mencari solusi yang terbaik?