Beberapa saat yang lalu ada seorang sahabat bercerita tentang kehidupan percintaannya yang sedang bermasalah. Apa yang dialaminya mengingatkan saya pada sebuah sindrom yang dulu juga pernah menghinggapi diri saya, atau mungkin juga Anda. Dia mengidap sindrom STO (She’s The One). Bila wanita maka namanya HTO (He’s The One). Belum pernah dengar?
Jika Stockholm Syndrome di artikel lalu terjadi di fase in relationship, maka sindrom satu ini akan menghinggapi Anda sejak PDKT bahkan sampai putus sekalipun.
Dulu saya bertemu dengan seorang wanita yang sangat memenuhi kriteria saya. Dia cerdas secara akademis, di masa semester-semester akhir kuliahnya dia mampu memiliki IPK yang sangat baik. Dia sangat handal dalam memasak, begitu mengenal nada, perhatian, pengertian dan sebagainya. Dia begitu ideal di mata saya.
Dia berbeda dengan yang lain, dia langka. Dia The One and only untuk saya
Sehingga dia mampu membuat saya yakin bahwa dia akan menjadi pendamping hidup saya yang hebat dan ibu yang luar biasa bagi anak-anak saya kelak.
Saya melihat masa depan saya bersama dia. Dia adalah ibu dari anak-anak saya.
Saat itu saya berpikir bahwa pencarian saya sudah berakhir. Tapi kenyataan berkata lain. Di akhir cerita, saya berjuang menahan rasa kecewa yang begitu hebat melihat punggung masa depan saya melangkah menjauh menghilang. Ya, saya merasa kehilangan masa depan. Saya merasa apa yang sudah saya miliki, rencana yang saya buat, angan-angan indah, dan apa yang sedang saya jalani terasa percuma. Setiap malam saya mendengar tawa anak-anak saya yang tidak akan pernah lahir, karena ibu mereka telah meninggalkan saya. Masa depan saya terasa buyar.
Saya tidak punya harapan untuk masa depan lagi, karena bagi saya, masa depan adalah dia.
Terdengar lebay ya. Iya, namanya juga sindrom. Buat yang tidak mengalami dan bisa berpikir dengan jernih, Anda bisa menertawakannya. Tapi bila Anda pernah mengalaminya, Anda tahu sekali apa yang dulu saya rasakan. Dan bila Anda sedang mengalaminya, Anda akan ngerasa bahwa semua itu wajar dan tidak ada orang lain yang bisa memahami apa yang Anda lihat dari dirinya.
Betul kan?
Cara untuk menghindari sindrom ini sebenarnya cukup sederhana.
Pertama, jangan terlalu jauh membayangkan masa depan Anda bersama dia. Seperti nanti kalian akan tinggal di mana, punya anak berapa, hal-hal romantis yang akan kalian berdua lalui nantinya, nama anak kalian berdua, jenis rumah kalian, warna cat kamar kalian, dan sejuta hal-hal lain yang ngebalap realita. Padahal ternyata kenalan aja belum.
Yang kedua, jangan ngarep! Ngarep menyebabkan Anda berdelusi dan berkhayal! Ngarep akan membuat Anda semakin jatuh cinta dengan imajinasi Anda sendiri tentang dirinya dan masa depan kalian yang belum tentu kesampaian. Low expectation adalah obat penangkal sindrom ini.
Bagi Anda yang mengidap sindrom ini di fase PDKT, sadarkan diri Anda sebelum terlambat. Tidak usah berkhayal setinggi gunung bila Anda baru mengenalnya di kaki lembah. Bagi Anda yang mengidap sindrom ini di fase breakup, percayalah di luar sana masih ada yang lebih baik darinya dan tugas Anda adalah mencarinya.
Bila saya bisa melaluinya, Anda juga bisa.