Komunikasi sangat dibutuhkan dalam bersosialisasi. Dengan komunikasi, kita bisa mengenal orang-orang di sekitar kita, mendekatkan diri dengan mereka, lalu menjalin hubungan dengan mereka. Termasuk dalam kehidupan percintaan, komunikasi sangat dibutuhkan agar satu sama lain bisa saling mengenal dan memahami.
Semua tentu sudah tahu bagaimana bentuk komunikasi itu sendiri bukan? Hanya proses mengirim dan menerima pesan. Cukup sederhana, tetapi mengapa tetap bisa terjadi kesalahpahaman setelah berkomunikasi? Terutama dalam kehidupan percintaan, banyak pasangan kekasih yang tetap menemui konflik meski sudah berkomunikasi satu sama lain. Kebanyakan kasusnya adalah pria nggak mengerti atau nggak bisa menangkap dengan baik pesan yang disampaikan wanita sehingga muncul lah masalah di antara mereka berdua.
Dalam teori komunikasi, pesan yang disampaikan pengirim ke pada penerima bisa mendapatkan gangguan sehingga pesan tersebut nggak bisa ditangkap dengan benar. Lantas, apa gangguannya ya?
Menurut studi yang dilakukan oleh Edinburgh University di Skotlandia, para peneliti menemukan bahwa pria kurang bisa membaca ekspresi wajah.
Berdasarkan studi tersebut, peneliti merangkum bahwa kurangnya kemampuan pria dalam membaca ekspresi wajah ini merupakan akar dari masalah komunikasi di antara pria dan wanita. Contoh kasusnya adalah saat wanita merasa kesal namun nggak mengungkapkannya lewat kata-kata, tetapi dengan menunjukkan ekspresi di wajahnya.
Studi tersebut juga mengungkapkan bahwa sebagian besar pria kurang bisa berempati, berpura-pura, dan menerjemahkan reaksi sosial lewat ekspresi. Sementara wanita lebih mampu dalam urusan ekspresi tersebut.
Peneliti menganalisis kemampuan menangkap arti eskpresi dengan cara memetakan otak pria dan wanita. Para responden dalam penelitian ini diperlihatkan sejumlah foto dengan beragam ekspresi. Kemudian, mereka diminat untuk mengartikan masing-masing ekspresi dalam foto tersebut. Selanjutnya, jawaban yang diberikan responden diukur berdasarakan akurasi dan kecepatan menjawab.
“Penemuan kami menunjukkan bahwa pria kurang tanggap dalam mengekspresikan empati dan reaksi lainnya,” ujar Profesor Stephen Lawrie selaku pemimpin penelitian, “Kemampuan strategi otak pria dalam menanggapi berita sedih dan duka cenderung lebih lambat daripada wanita.”
Berdasarkan uji coba ini, muncul teori bahwa aliran darah ke bagian otak yang bereaksi untuk membuat keputusan emosional memang terlihat lebih bekerja kerasa saat mendengar atau melihat kabar yang sedih.
Dalam kalimat sederhana, Lawrie menyatakan bahwa pria lebih lambat membaca emosi dan menunjukkan empati pada lingkungan sekitarnya.
Jadi, itulah sebab munculnya masalah dalam komunikasi di kehidupan percintaan. Sementara sang wanita mengirimkan pesannya lewat bentuk non-verbal alias ekspresi wajah, sang pria justru kebingungan membacanya. Akhirnya, masalah muncul disertai kalimat “Kamu nggak peka sama aku!”.