Bagi beberapa orang, memutuskan sebuah hubungan adalah tindakan yang sulit. Mereka takut jika harus melukai pasangannya atau takut karma menimpa dia suatu hari nanti. Makanya pernah tidak kamu kamu menemukan cerita (entah pengalaman sendiri atau orang lain) yang sudah merancang supaya diputusin?
Hal yang paling umum terjadi adalah saat misalnya seorang pria yang nggak tahan dengan sikap wanitanya yang cemburuan, posesif, dan tukang ngatur. Pengin putus, tapi nggak tega untuk bilang sama si dia. Makanya diam-diam si pria mulai menjauh. Yang biasanya telepon 30 menit setiap hari, lama-lama jadi 2 menit setiap hari—itu pun cuma kasih kabar kalau dia lagi di jalan pulang. Biasanya teks mesra, eh sekarang perhatian aja nggak pernah. Dan beberapa wanita pasti nggak kuat dengan kondisi seperti itu dan minta putus. Jadi, pria bebas dari rasa bersalah.
Sedangkan masalah bagi si wanita yang takut putusin duluan adalah karena mau dianggap baik oleh orang lain. Beberapa dari kita memang suka usil berpikir kalau pihak yang mutusin adalah si Raja/Ratu jahat nan tega. Karena kita terlalu mikirin pendapat orang lah membuat kita akhirnya rela untuk tetap bersama dia meskipun sudah nggak bahagia lagi. Belum lagi beberapa dari kita takut menyesal. Pengalaman dari teman saya yang nggak pernah putusin pacarnya, alasannya klise: “Gue takut nyesel.” Well, padahal kalau kamu sudah dewasa tentu kamu sudah memikirkan matang-matang sebelum memutuskan sesuatu. Sudah memilah dengan baik mana yang tepat dan tidak tepat. Tahu dengan sadar risiko yang akan kamu hadapai untuk tindakan yang kamu pilih.
Dua pemikiran berbeda itulah yang menciptakan pertanyaan, “mending mutusin atau diputusin, ya?
Karena belum cukup dewasa untuk menanggung risiko yang dihadapi, banyak pasangan akhirnya menunggu untuk diputusin, padahal dalam hubungan semua punya hak yang sama untuk mutusin di saat kita merasa dirugikan. Ingat kan bahwa dalam hubungan harus adanya peraturan dan komitmen? Begitu kita merasa jika peraturan sudah banyak dilanggar, sudah tidak mesra lagi saat awal pacaran, belum lagi komunikasi yang semakin jauh, atau mungkin sikap kasar dari dia, kita nggak perlu nunggu dia untuk putusin kita (toh yang merasakan kita bukan dia). Apakah saat kita merasa dirugikan dan dikecewakan bertubi-tubi, kita harus menunggu dia untuk mutusin kita? Karena beberapa kasus terjadi, seseorang tak bisa putus hanya karena pasangan MENOLAK untuk berpisah. Pernah ngalamin? Karena kasian dan dia menolak untuk putus, akhirnya kamu harus ngalah. Padahal (ingat dan harap dicatat) kata putus tidak menunggu persetujuan kedua belah pihak.
Jadi, apa kamu masih mau tetap bertahan ketika dirugikan? Ingat nggak kamu bisa ngomel ke orang yang menyelak antrean kamu? Masa untuk kebahagiaan diri sendiri, kamu belum mampu bersikap tegas. Jadi, mending mutusin atau diputusin?