“Saya sangat mengasihi pasangan saya, jadi walau dia sudah lakukan kesalahan fatal, saya sepenuhnya paham dan memaafkannya. Hubungan kami sudah lebih dekat dan kami sekeluarga rajin tiap hari melakukan kegiatan bersama. Saya lihat dia berusaha keras membuktikan dirinya bisa dipercaya lagi, bahkan anak-anak juga mengaku mamanya jadi lebih hangat dan perhatian,” ujar pria itu dengan mata yang basah berkaca-kaca.
“Tapi masalahnya,” lanjutnya, “Saya masih sakit sekali setiap kali mengingat perselingkuhannya itu. Seperti sekarang ini, rasanya sesak banget karena saya terbayang jelas semuanya. Kalau saya sudah memaafkan pasangan saya, tapi kenapa rasanya masih sakit begini ya?”
“Kita sudah bahas tempo hari bahwa rasa sakit adalah bunyi alarm yang mengingatkan kita untuk sesuatu yang penting. Jika alarm mobil Anda berbunyi, apa yang harus dilakukan?” tanya saya.
“Menghampiri mobil, memeriksa apa yang terjadi.”
“Apa alarm-nya akan berhenti sendiri?”
“Tidak, saya yang harus mematikannya.”
“Bagus, kita periksa mobilnya yuk sekarang. Menurut Anda, hal-hal penting apa saja yang Anda sudah pelajari dan lakukan sehubungan perselingkuhan istri kemarin itu?”
Pria berusia 38 tahun itu menjawab dan menjelaskan secara detil satu per satu lessons dan action plan yang sudah kami diskusikan semenjak sesi pertama. Sebagai seorang penatua gereja yang terbiasa berkhotbah, dia menjelaskan semuanya dengan tertata, lugas, dan lancar selama hampir dua puluh menit. Bahkan dia menambahkan ayat-ayat rohani yang mendukung setiap pelajarannya.
“Bagus sekali, Pak. Boleh saya minta Anda sekarang berdoa agar Tuhan membuka hati dan akal budi Anda? Bertanyalah satu kesimpulan besar yang Anda perlu dapatkan saat ini agar Anda bisa dengan mudah mematikan alarm sakitnya nanti. Jika sudah mendapatkan kesimpulannya, anggukkan kepala dan ucapkan “amin” agar alarm-nya mati.”
Setelah lima menit hening berdoa, beliau membuka mata dan mengambil tisu untuk menyeka air mata sambil tersenyum malu seperti anak kecil. “Duh, jadi nangis banjir gini, hehehehe … sorry Lex.”
“That’s okay, wajar banget kok, Pak. Apa yang Anda rasakan?”
“Hmmm … saya merasa damai, tenang, dan lebih semangat. Jujur saja, saya jadi agak bingung karena sekarang ada rasa puas dan bangga juga … padahal sebelumnya gak pernah gitu. Saya gak ngerti kenapa. Hahahaha, luar biasa kuasa Tuhan!”
“Oke. Sekarang ingat-ingat yuk kisah perselingkuhan istri dan cek ke mana perginya rasa sakit tadi? Coba cari ke mana bunyi alarm pedihnya setelah Anda tekan ‘tombol mematikannya’ barusan. Coba temukan sesak pedih yang Anda sempat rasakan di awal tadi … kalau masih bisa ketemu.”
Dia berdiam diri lama sekali, celingak-celinguk ke kanan-kiri, lalu mengernyitkan dahinya seperti orang kebingungan.
“Gak ada, Lex. Saya merasa santai tidak sakit apa pun. Saya ingat persis semua kejadiannya, pakaian yang dia kenakan, hari apa dan jam berapa saya mendapatinya selingkuh, bantahan-bantahan yang dia keluarkan, bukti-bukti kuat perselingkuhan pertama dan keduanya. Namun, saya sekarang merasa biasa-biasa saja dan ada sedikit deg-deg’an … tapi itu rasanya positif. Malah saya jadi semangat sekali ingin pulang dan mencium mesra pasangan saya.”
“Baguslah, sepertinya kita tidak perlu lanjutin sesi-sesi berikutnya. Anda sudah bisa mengatasinya sendiri. Kalau tidak keberatan, bolehkah saya tahu kesimpulan besar apa saja yang Anda dapatkan dan Tuhan berikan ketika berdoa tadi?”
“Saya tidak keberatan cerita, tapi kayaknya bakalan panjang lebar nih kayak penjelasan tadi. Maklum aja saya kebiasaan khotbah. Gak apa-apa nih saya cerita semua?”
“Kalau Anda cerita semua, Anda jadi merasa lebih berat sedih atau lebih ringan hepi?”
“Ya ringan hepi dong. Hahahaha!”
“Lha tunggu apa lagi? Ceritain dong ….” jawab saya sambal mengambil cangkir minuman dan duduk bersandar santai seperti hendak menyimak khotbah Minggu pagi.
Saya tidak tahu apa saja yang sudah Anda lakukan untuk menyembuhkan rasa sakit hati. Harusnya sih Anda tidak perlu terus dibayangi sesak dan pilu sampai berbulan-bulan. Kesalahan terbesar yang membuat Anda sulit pulih adalah karena Anda berusaha melupakan memori pengalamannya agar sakitnya hilang. [1]
SAYANGNYA … itu adalah usaha yang ngaco sengaco-ngaconya.
Otak manusia merupakan mesin tercerdas yang justru paling dungu (dan tidak tahu caranya) dalam hal melupakan. Sebuah studi yang dilakukan di Ohio State University menemukan bahwa selama bagian otak bernama hipokampus masih berjalan normal, maka manusia tidak mungkin lupa pengalaman-pengalamannya di masa lalu. Hal yang sama juga berlaku dengan pengalaman hubungan Anda bersama pasangan. Anda akan selalu mengingatnya, kecuali Anda mengidap Alzheimer. [2]
Semakin Anda memaksa diri untuk melupakan sebuah pengalaman, maka otak akan semakin memperkuat memorinya dan mengabadikan rasa sakitnya agar besok-besok Anda tidak tersandung di hal serupa.
Itu sebabnya berusaha melupakan pengalaman yang menyakitkan itu sama seperti menebalkan sebuah paragraf dengan stabilo.
Sesungguhnya menyembuhkan hati dan move on bukan soal melupakan, melainkan menulis-ulang apa yang pernah terjadi agar Anda bisa ringan berjalan maju. Anda bisa mengunjungi lagi pengalaman itu, gali berbagai penemuan, dan mengambil kesimpulan konstruktif baru sehingga konteks pengalaman tersebut jadi berubah. Kadang bisa Anda lakukan sendiri dan kadang perlu bantuan konsultan profesional agar prosesnya lebih mudah. [3]
Scott R. Braithwaite, pakar psikologi dari Brigham Young University, mengatakan bahwa memaafkan pasangan dan menggali pengalaman romansa di masa lalu dapat membuat kehidupan romansa Anda berumur panjang. Anda jadi lebih enjoy menjalankan hubungan karena Anda tidak terganggu lagi oleh kesalahannya di masa lalu. Kalaupun pasangan berbuat kesalahan, Anda tahu langkah positif apa yang bisa Anda ambil. Pengalaman itu membuat Anda tidak jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kalinya. [4]
Memori pengalamannya akan tetap ada sama persis, bahkan kadang jadi tambah detail, tetapi Anda tidak lagi merasakan sakitnya. Persis kisah klien saya tadi: memaafkan dan mengikhlaskan saja tidak cukup. Anda perlu melakukan LANGKAH-LANGKAH PERAWATAN LOGIS agar luka yang ada itu mengering dan sembuh.
Kenapa sakitnya bisa berkurang jauh, bahkan menghilang total?
Karena otak Anda sendiri sudah PUAS BELAJAR dari pengalaman yang buruk itu. Otak Anda tidak perlu lagi menyalakan alarm sakit untuk menarik perhatian Anda dan mengingatkan Anda tentang luka-luka yang ada. Otak Anda merasa LEGA NYAMAN tidak perlu khawatir lagi karena kini dia sudah lebih cerdas, kuat, dan berharga dibanding sebelumnya.
Anda mungkin masih merasa sakit bila mengingat pengalaman buruk itu, tetapi kondisi mental Anda menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Sebuah studi di Journal of Personality and Social Psychology menjelaskan bahwa kesehatan psikologis seseorang meningkat pesat ketika ia mau menerima pengalaman buruknya sebagai pelajaran dan bukan sebagai ancaman. [5]
Via Pinterest.com
Pain is an uncomfortable but neccesary reminder for you to re-evaluate your gain. Kalau sudah mendapat sesuatu yang berharga dari pengalaman itu, otomatis tidak perlu lagi ada rasa sakit/pedih/sesaknya. Kalau Anda belum membuka diri dan mengumpulkan ‘kekayaan baru’ itu, ya otak Anda akan terus mengingatkan bahwa kamu masih mengalami ‘kerugian’.
Pemulihan selalu dimulai dari keterbukaan. Menutup diri, berusaha melupakan, dan menyembunyikan pengalaman luka justru membuatnya semakin membusuk tak terawat. Anda harus berani terbuka dan mengotak-ngatik pengalaman masa lalu tersebut seperti contoh kasus yang saya ceritakan di atas. [6]
Semalam saya menemukan sebuah penelitian terbaru dalam Psychonomic Bulletin & Review yang menyatakan bahwa jika kita memodifikasi konteks memori seperti itu, maka konten memorinya pun ternyata bisa memudar:
“Our work highlights the fundamental role that contextual information plays in our ability to organize and retrieve information pertaining to previous experiences, and it provides neural support for the hypothesis that we can forget about our recent past by changing our mental context.” [7]
Bukan hanya menghilangkan rasa sakit itu saja, tapi menghilangkan ingatannya (intentional forgetting) pun sangat mungkin dilakukan. Keduanya bisa terjadi dengan cara memodifikasi konteks memorinya dan bukan dengan berusaha membuang, menghindari, melawan, ataupun melupakan memorinya.
Jika Anda ngotot melawan, Anda justru semakin mengingatnya. Anda jadi dihantui oleh kesalahan-kesalahan pasangan. Daniel M. Wegner, seorang pakar psikologi dari Trinity University, menyebut fenomena tersebut sebagai “Rebound effect”. Suatu fenomena di mana otak semakin mengingat suatu kejadian yang berusaha Anda lupakan. [8]
Jadi, setelah mengetahui mekanika pemulihan hati, apakah Anda masih mau terus salah langkah dengan melupakan memori dan memelihara rasa sakit/trauma pengalaman masa lalu?
Bukankah Anda sudah cukup menderita sekian lama? Bukankah Anda layak terbebas dan pulih sembuh sepenuhnya sekarang juga? Lagi pula, langkah penyembuhannya mudah banget ‘kan? Anda tinggal ikuti saja cara-cara di atas.
Salam revolusi cinta.
REFERENSI
[1] Sadari Ini Bila Anda Berat Melepaskan
[2] Study Finds Where Our Brain Stores the Time and Place of Memories
[4] Forgiveness and Relationship Satisfaction: Mediating Mechanisms
[6] Hal-Hal Yang Mempersulit Anda Move On
[7] A Neural Signature of Contextually Mediated Intentional Forgetting