Pacaran-marahan-putus-balikan, lalu pacaran-marahan-putus-balikan, kemudian pacaran-marahan-putus-balikan, ya terus saja seperti itu….
Beberapa dari pembaca, atau teman kalian, mungkin ada yang mengalami pacaran yang putus-nyambung-putus-nyambung. Terus saja seperti itu. Kadang-kadang ada yang nggak bertahan lama. Wajar, pasti capek dalam hubungan seperti itu. Tapi ada juga yang bertahan sangat lama, selamat.
Untuk kalian yang bertahan sangat lama dalam hubungan putus-nyambung, sebenarnya ini adalah kabar baik, mengingat kalian bisa bertahan dalam siklus tersebut. Tetapi, ini nggak baik buat kesehatan hubungan kalian, bahkan kesehatan orang-orang di sekitar kalian.
Seakan-akan kata “putus” itu sangat mudah untuk diucapkan ketika marah. Kalau marah dalam konteks masalah besar—perselingkuhan, misalnya—tentu kamu berhak mengeluarkan kata itu. Tetapi kalau hanya masalah kecil yang nggak perlu diperdebatkan, mengapa harus putus?
Tidakkah kalian merasa lelah untuk putus dan nyambung terus menerus? Ketika balikan, berarti kalian menyadari bahwa masing-masing masih saling mencintai. Lalu, kenapa harus putus ketika bertengkar?
Lama-kelamaan, kata “putus” bukanlah sesuatu yang serius. Kalian pun akan merasa kalau “putus itu hanya gertakan, besok juga nyambung lagi”.
Tidak hanya kalian, bahkan teman-teman pun akan berpikiran serupa. Bahkan jengah melihat kelakuan kalian. Terkesan nggak dewasa, penuh drama.
Bagaimana jika salah satu dari kalian benar-benar merasa harus putus? Nggak ada lagi tuh, kata “balikan” setelah beberapa hari kemudian. Dia pun nggak menerima kata “balikan” darimu. Apakah itu membuat kamu tersadar bahwa “putus” bukanlah sebuah permainan?
Jika pada dasarnya salah satu atau kalian berdua mudah sekali untuk mengucapkan kata tersebut, mintalah pada pasangan atau pada diri sendiri untuk menahan diri. Ya, menahan diri dari mengeluarkan kata “putus”. Kata perpisahan yang keluar saat emosi atau marah itu bukanlah sebuah keputusan yang tepat. Kalau perlu, diskusikan bersama pasangan, berjanjilah untuk tidak saling mengatakan “putus” ketika marah atau bertengkar.
Dan selalu berpikir bahwa putus bukanlah solusi untuk mengakhiri permasalahan di antara kalian. masalah apapun, perbincangkanlah dengan baik-baik. Tanpa harus putus—kalau memang nggak perlu.
Sejatinya, bila saling mencintai, tentu nggak ada niat putus dari kalian berdua, dan nggak akan tega untuk meninggalkan satu sama lain. Bukankah begitu?