Ada streotipe feminim yang melekat di masyarakat dan sudah tertanam sejak kecil. Stereotipe ini menjebak kita sehingga selalu menggunakan penggunaan bahasa yang penuh makna. Ya, wanita gemar pakai kode.
Berbeda dengan pria, yang menggunakan bahasa yang satu makna atau makna tunggal, perbedaan kebahasaan ini seringkali membuat komunikasi antar dua insan manusia yang sebenarnya sederhana menjadi ribet dan macet.
Misalnya bila wanita berkata, “Aduh dingin ya.”
Cuma tiga kata, tapi artinya ribuan.
- Bisa saja ingin minta dipeluk
- Bisa saja beneran kedinginan
- Bisa saja maksudnya ingin pindah ke tempat lain, yang sebenarnya sama saja dinginnya
- Bisa saja maksudnya adalah sebuah adegan di sebuah film romantis Korea yang sama sekali tidak pernah ditonton oleh si pria
- Bisa saja maksudnya ingin diantar pulang, lalu diantar sampai pintu, lalu diajak ngobrol 10 menit, lalu goodbye kiss, lalu *masih sangat panjang sekali*
- Dan 1000 bisa saja lainnya.
Bahasa perempuan yang multi-makna ini jelas membuat pria bingung. Bagi pria, “aduh dingin ya” artinya adalah kedinginan, titik. TIDAK AKAN PERNAH terpikir oleh pria bahwa kata itu merupakan kode yang berarti “ingin pindah ke tempat lain karena di situ ada teman-temanmu.” Jadi aneh sekali bila kamu marah saat dia memberikan selimut.
Komunikasi sederhana, jadi ribet. Padahal komunikasi adalah salah satu kunci berhasilnya suatu hubungan.
Kenapa sih kita perempuan nggak bisa lebih terus terang saja? Kenapa wanita bersikeras pakai kode?
Sejak kecil perempuan dididik untuk menjadi pasif dan mengambil peran ‘yang harus dilindungi dan diselamatkan’, istilahnya cinderella syndrom. Karena dididik untuk menjadi pasif, perempuan dianggap tabu untuk mengungkapkan kemauannya dengan aktif. Wanita terbiasa “dipilihkan dan diarahkan”, bukan memilih dengan langsung.
Perempuan yang agresif dan to the point dianggap melanggar kodrat feminim tersebut dan kepasifan perempuan justru yang menjadi masalah bagi kedua jenis kelamin tersebut. Akibatnya untuk mengutarakan tujuan dan maksud pun perlu manipulasi, agar seakan-akan “dipilihkan dan diarahkan” pria, padahal itu adalah pilihan yang memang diinginkan wanita.
Ladies, pandangan seperti itu kini sudah tidak relevan. Kita hidup di abad 21 dimana semangat kesetaraan gender sudah mewabah di seluruh dunia. Tidak perlu takut dan berbelit-belit lagi dalam mengungkapkan apa yang kamu mau, termasuk ke pacar ataupun gebetan kamu. Kasian kan mereka terus-terusan harus mengerti wanita? Kapan mereka dapat giliran untuk dimengerti? Kalau kamu mau sesuatu, ya usaha buat dapetin.
Para pria juga harus kooperatif. Coba dukung pacar atau gebetannya buat menyampaikan keinginan dengan terbuka. Jangan sok-sokan menebak arti kalimat-kalimat para perempuan ini. Ada baiknya kamu tanya langsung ke mereka. Nggak usah gengsi, karena nggak akan bikin hubungan kalian berjalan sebagaimana yang kalian harapkan. :)
Ada sebuah lagu yang berjudul “Karena Wanita Ingin Dimengerti”. Mau tahu kenapa tidak ada lagu “Karena Pria Ingin Dimengerti”? Karena pria sangat mudah dimengerti, bila dia bilang dingin, itu artinya dingin. Titik. Pria tidak perlu bikin lagu untuk minta dimengerti.
Sebagai penutup, coba renungkan sebenarnya masalahnya apa, kamu tidak dimengerti, atau kamu sengaja menjadikan diri sulit dimengerti? Untuk lebih jelasnya, silakan lanjut baca Kenapa Wanita Ingin Dimengerti (Pria)?