Kok Pasangan Jadi Gak Seromantis Dulu Lagi?

Home Articles Kok Pasangan Jadi Gak Seromantis Dulu Lagi?
Share the knowledge!

Coba renungkan kembali hubungan Anda dengan pasangan sekarang.

Dulu kalian menghabiskan berjam-jam saling menelepon setiap malam, sekarang kalian hanya sesekali menelepon. Itu pun tidak sampai berjam-jam seperti dulu.

Dulu dia rela mengantar jemput Anda setiap hari, sekarang dia selalu telat mengantar jemput Anda dengan bermacam-macam alasan.

Dulu dia selalu menyempatkan diri mengucapkan “Hai” di sela-sela kesibukannya, sekarang boro-boro membalas chat, palingan chat Anda hanya di-read doang. Alasannya karena sibuk bekerja.

Hubungan kalian tidak segairah dulu, Anda pun khawatir ada orang lain di hatinya. Aroma keretakan hubungan tercium kuat, tapi bukan orang ketiga yang menyebabkan hubungan kalian jadi semakin garing; melainkan karena rutinitas dan intensitas kalian yang berkurang!

Jadi apa yang membuat rutinitas dan intensitas hubungan kalian berkurang?

Too Fast, Too Serious

pasangan

Via Dreamstime.com

Ketika pertama kali dekat dengan pasangan, kalian langsung akrab dalam hitungan hari. Apa pun yang diobrolkan saling nyambung, bercandanya juga pas, dan kalian punya kegemaran yang sama. Kalian saling teleponan setiap malam dan siangnya dilanjutkan dengan chatting-an.

Ini yang membuat hubungan kalian jadi dekat secepat kilat.

Memang enak banget rasanya bisa cepat akrab dengan pasangan. Hari-hari jadi menyenangkan dan berbunga-bunga. Kerja jadi semangat dan hidup tidak lagi membosankan. Namun, ini ada efek negatifnya ….

Saya jelaskan dulu mengapa kalian bisa langsung akrab dalam waktu singkat. Untuk menciptakan hubungan cinta dibutuhkan rutinitas dan intensitas.

Jika ada dua orang yang sudah saling tertarik sejak awal, maka tinggal ditambah rutinitas dan intensitas untuk membawa hubungan itu ke tingkat lebih lanjut.

Apa itu rutinitas dan intensitas?

Rutinitas adalah kebiasaan yang dibangun bersama pasangan. Misalnya: setiap pagi saling ngucapin “Good morning” bareng, teleponan setiap malam, chat mesra setiap hari, dan sebagainya.

Sedangkan intensitas adalah kegiatan yang meningkatkan keintiman. Kalian tidak sekedar mengucapkan sayang-sayang saja, tetapi sudah saling pelukan, ciuman, dan tindakan mesra lainnya.

Nah, yang ingin saya bahas adalah rutinitas yang terlalu SERING dilakukan. Saya menyebutnya “Too fast, too serious” alias “Terlalu cepat untuk serius”. Ini yang sering kali jadi masalah!

Karena kalian sudah saling nyambung, maka terciptalah rutinitas: rajin mengucapkan “Good morning” tiap pagi, membangunkan pasangan agar tidak kesiangan, saling chatting seharian, dan telepon semalaman sampai pagi.

Kegiatan itu memang menyenangkan selama dua bulan awal pacaran, tetapi tanpa disadari, lama kelamaan rutinitas itu semakin menghilang. Sebelumnya bisa chat seharian tanpa henti, sekarang chat-nya dibalas sesekali saja. Itu pun kalau ingat.

Atau, yang tadinya bisa teleponan selama 3 jam, sekarang menurun jadi 1 jam. Di dalam hati, kalian bosan mendengar cerita pasangan yang itu-itu saja. Kalian sudah tahu pola kegiatan masing-masing, jadi tidak ada sesuatu yang membuat kalian turn on lagi.

Dalam “Using Technology to Connect in Romantic Relationships: Effects on Attachment, Relationship Satisfaction, and Stability in Emerging Adults”, para peneliti dari Brigham Young University mengatakan bahwa terlalu sering nge-chat pasangan dapat menciptakan kebosanan di awal hubungan.

Anda jadi terlalu cepat tahu kehidupan pasangan sehingga ketertarikan Anda menjadi berkurang. [1]

Biasanya pria lebih cepat menurun semangatnya daripada wanita. Dia jadi malas menjemput, mendengarkan, dan bermesraan dengan kekasihnya. Akibatnya si wanita jadi kesal karena perlakukan kekasihnya sudah berbeda.

Urutannya seperti ini:

Si wanita kesal → mulai komplain → si pria jadi bosan → jadi semakin malas → si wanita semakin komplain → si pria jadi semakin malas → akhirnya bubar!

Si wanita tidak mengerti kenapa kekasihnya berubah. Awalnya rajin teleponan dan chatting-an, lalu mengapa rutinitasnya jadi menurun?

Si wanita takut kekasihnya berubah, maka kalimat semacam “Kamu sudah berubah sekarang” atau “Kamu gak seperti dulu” keluar dari mulutnya.

Masalah semakin parah karena si pria juga tidak mengerti mengapa kekasihnya mengeluh dirinya sudah berubah. Soalnya menurut si pria, wajar saja dirinya jarang teleponan dan membalas chat karena lagi sibuk banget.

Ujung-ujungnya mereka bertengkar karena masing-masing pihak merasa dirinya paling mengerti dibanding yang lain. Si wanita ngotot ingin rajin dihubungi seperti dulu, sementara si pria menyalahkan si wanita karena tidak mengerti kesibukan dirinya.

Ini salah satu kasus paling umum di dunia romansa. Semuanya terjadi karena kedua belah pihak tidak mengerti proses hubungan dan doyan menyalahkan satu sama lain.

Padahal kedua belah pihak sama-sama salah. Mereka cepat menghabiskan semua energinya di awal hubungan, jadi wajar mereka ngos-ngosan di tengah jalan.

Fase Honeymoon Yang Kebablasan

pasangan

Via Someecards.com

Bila Anda berpikir hanya pasangan sudah menikah saja yang bisa merasakan fase honeymoon, maka Anda salah besar. Pasangan yang berpacaran juga mengalami fase tersebut.

Spencer L. James, pakar hubungan keluarga dari Brigham Young University, mengatakan bahwa semua manusia yang jatuh cinta pasti mengalami fase honeymoon tersebut. Tidak peduli apakah dia sudah menikah atau belum. Fase itu terasa menyenangkan karena kedua pihak masih berusaha mengenal pasangannya lebih jauh. [2]

Namun, fase honeymoon ini hanya bertahan 3-6 bulan saja.

Semakin Anda mengenal pasangan, maka Anda semakin kehilangan minat dengannya. Sama seperti ketika Anda excited dengan gadget baru, begitu sudah 3 bulan, maka perasaan Anda jadi biasa saja. Ini reaksi wajar yang dimiliki semua manusia.

Karena rentang waktu fase honeymoon yang begitu pendek, maka Anda JANGAN sampai lupa diri mengerahkan seluruh energi di fase ini. Anda harus ingat kalau memberikan perhatian, chat, antar jemput, dan telepon setiap hari membutuhkan energi yang tidak sedikit.

Kalau Anda ngotot mengerahkan seluruh energi Anda, nanti jangan salahkan pasangan bila Anda cepat malas mengelola hubungan. [3]

Agar Anda lebih paham, coba bayangkan ini: Anda dan dia punya 100 unit perhatian. Lalu bagaimana caranya agar hubungan kalian awet dengan modal 100 unit perhatian tersebut?

Caranya sederhana: 100 unit perhatian itu Anda bagi sedikit-sedikit saja. Misalnya: Hari ini Anda memberikan perhatian melalui telepon, maka Anda akan meneleponnya lagi 2-3 hari kemudian.

Dengan begitu, fase honeymoon bakal menjadi lebih lama dan kalaupun sudah habis juga tidak begitu terasa.

Lalu Mengapa Pria Lebih Cepat Menurun Semangatnya Daripada Wanita?

pasangan

Via Leadersgh.com

Michael Gurven menjelaskan dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul “Why Do Men Hunt: A Reevaluation of ‘Man the Hunter’ and The Sexual Division of Labour” bahwa pria adalah kaum pemburu. Ada dorongan hormonal yang membuatnya mengerahkan seluruh tenaga demi mendapatkan sesuatu. [4]

Pada kasus romansa, dorongan hormonal ini termasuk ke dalam hormon seksual yang mencangkup naluri biologis untuk mendapatkan pasangan. Hormon seksual itu yang membuat pria fokus berjuang mencari pasangan. Ini adalah fenomena alamiah.

Namun, banyak pria yang tidak sadar akan hal ini. Mereka polos saja mengikuti dorongan hormonal tersebut dan menghabiskan tenaganya untuk memberikan perhatian ke pasangan.

Kegiatan seperti mengantar jemput, traktir, teleponan setiap hari, dan membelikan kado untuk pasangan dilakukan tanpa berpikir terlebih dahulu. Kegiatan itu membutuhkan energi besar, tetapi tidak terasa melelahkan karena otak mereka dipengaruhi hormon seksual yang bergejolak.

Akibatnya ketika pria sudah mendapatkan wanita idamannya, hormon seksual itu mulai berkurang dan capeknya baru terasa. Hal ini sama seperti bila Anda sedang mengikuti pertandingan futsal. Anda tidak capek berlarian di lapangan selama dua jam penuh. Namun, Anda baru merasakan capeknya ketika pertandingan sudah berakhir.

Karena relationship seperti pertandingan futsal, maka simpan energi Anda agar hubungan bisa bertahan lebih lama dan awet.

Jadi Bagaimana Solusinya?

Masalah ini muncul karena kedua pihak sama-sama tidak tahu cara mengelola hubungan. Itulah kenapa saya selalu menekankan setiap pasangan untuk mempelajari dinamika sebuah hubungan agar mengerti proses, masalah, dan solusi bagi hubungannya.

Karena masalah ini akibat dari ketidaktahuan kedua pihak, maka pria dan wanita memiliki solusinya masing-masing. Jika Anda adalah pria, maka Anda harus menahan diri untuk tidak memberikan SELURUH energi dan perhatian ke pasangan.

Berikan perhatian SEWAJARNYA saja, yang penting konsisten. Tidak perlu setiap hari meneleponnya sampai berjam-jam. Satu jam saja sudah cukup. Hal itu membuat pasangan semakin penasaran dengan kegiatan yang Anda lakukan.

Apabila Anda adalah wanita, maka Anda jangan terlalu nyaman dengan semua limpahan perhatian yang diberikan pasangan Anda. Ingat, rutinitas perhatian itu bakalan menurun!

Beri tahu dia untuk menghubungi Anda di hari-hari tertentu saja. Lagi pula Anda pasti tidak bisa menghabiskan 100% waktu Anda hanya untuk meladeni perhatiannya.

Ada banyak kesibukan lain yang membutuhkan perhatian Anda dan pasangan. Jadi, memberikan waktu jeda beberapa hari itu lebih penting ketimbang menghabiskan berhari-hari menelepon tapi loyo di tengah jalan.

Susan Krauss Whitebourne, Ph.D., dari University of Massachusetts Amherst mengatakan “Take it slow if you want your relationship to last”. Pasangan yang terlalu menggebu-gebu di awal hubungan biasanya memiliki usia hubungan yang pendek.

Padahal kualitas hubungan baru bisa terlihat ketika usia hubungan sudah berjalan 6 bulan atau lebih. [5]

pasangan

Prinsipnya adalah berikan perhatian dalam bentuk yang mampu Anda lakukan secara KONSISTEN dalam jangka waktu lama.

Misalnya: telepon hanya sesekali saja, antar jemput hanya ketika malam minggu saja, dan chatting-an hanya di jam-jam tertentu saja. Hal itu bisa menciptakan rasa kangen sekaligus penasaran di hati masing-masing pasangan.

Coba Anda perhatikan. Pasangan yang langgeng pasti pasangan yang santai dan kalem. Mereka tidak mengeluarkan terlalu banyak energi untuk memberikan perhatian ke pasangannya.

Selain itu, cara Anda mengatasi konflik dengan pasangan juga menjadi kunci utama yang dapat melanggengkan hubungan. Semakin cerdas Anda mengelola konflik, semakin erat pula hubungan Anda dengan pasangan. Bahkan keberadaan konflik justru menjadi lem perekat hubungan Anda.

Saya tidak bisa menjelaskan langkah-langkahnya di sini karena akan memakan berpuluh-puluh halaman. Tapi rekan saya Lex DePraxis sudah menjelaskan tahap-tahapnya secara rinci di Smart Conflict Resolution, kelas online yang khusus mengajarkan Anda tentang bagaimana menyelesaikan konflik bersama pasangan tanpa memperparahnya.

Di Dalam SCR Anda akan Mempelajari

  • Berbagai mitos dan realita mengenai konflik yang selama ini tertanam di kepala kita melalui ajaran turun temurun yang salah, tradisi maupun budaya
  • Apa penyebab konflik di dalam hubungan dan jawabannya bukanlah perbedaan
  • Bahwa melakukan hal baik kepada pasangan tidak membuatnya melakukan hal baik kepada Anda
  • Bahwa solusi paling populer di dunia percintaan, yaitu “berkomunikasi lebih banyak”, tidaklah menyelesaikan masalah malahan bisa memperburuk konflik
  • Bahwa konflik adalah hal yang sangat berguna di dalam hubungan dengan siapa saja
  • Bagaimana caranya terapis dan konselor hubungan menjembatani konflik antar pasangan
  • Seperangkat skill untuk mengkomunikasikan apa yang Anda rasakan dan apa yang Anda inginkan kepada orang lain
  • Bagaimana caranya mendorong orang lain untuk berinvestasi kepada Anda, tanpa menggunakan cara-cara bocah seperti kode, ngambek, ataupun marah-marah

Penasaran dengan materi berharga di SCR?

Klik link di bawah:

SMART CONFLICT RESOLUTION

Anda ingin hubungan yang tentram, bukan?

Share the knowledge!