Mencegah Bahaya Laten Friendzone

Anda pasti sudah akrab dengan istilah friendzone. Supaya sama pemahamannya, berikut saya beritahu makna paling sederhananya: kondisi ketika Anda pikir gebetan membalas perasaan Anda, namun ternyata dia anggap Anda teman baiknya (saja).

Semua orang yang pernah PDKT pasti pernah mengalami ini. Berbulan-bulan mengejar gebetan tanpa lelah, selalu ada di sebelahnya ketika dia lagi ada masalah, menjadi pendengar setia curhatannya, tapi ujung-ujungnya malah dianggap teman doang. Seluruh usaha Anda terbuang percuma. Apa salah mendekatinya dengan cara seperti itu?

Sudah tak terhitung lagi ada berapa banyak email yang saya terima dengan keluhan serupa. Jawaban saya: cara Anda tidak salah, cuma eksekusinya salah total.

Saya beri contoh. Seorang pengangguran melamar kerja di sebuah perusahaan karena ada dua lowongan yang tersedia: menjadi karyawan junior dan menjadi manager. Sebenarnya dia ingin jadi manager karena gajinya tentu lebih besar dari karyawan junior. Tapi karena dia takut ditolak melamar jadi manager, maka dia melamar sebagai karyawan junior. Dia pikir yang penting diterima dulu di dalam perusahaan. Masalah jadi manager atau tidak, itu urusan nanti.

Karena syarat untuk jadi karyawan junior sangat rendah, maka dia diterima. Dia berharap penerimaan ini adalah langkah awal yang cerdas untuk jadi manager. Setelah beberapa minggu bekerja, dengan penuh percaya diri, dia mendatangi atasannya untuk meminta dijadikan manager. Tentu saja permintaan seenak udel itu ditolak karena dia tidak memenuhi syarat sebagai manager. Yang dijadikan manager adalah orang lain yang lebih berpengalaman, yang lebih memenuhi syarat, dan yang melamar langsung ke lowongan manager.

Penolakan itu membuatnya protes, mengeluh, dan marah karena merasa berhak meminta pekerjaan sebagai manager. Akhirnya dia kecewa sendiri karena segala usahanya selama ini sia-sia.

Itulah analogi friendzone. Kalau memang ingin jadi manager, mendaftarlah jadi manager, bukannya mengajukan diri jadi karyawan biasa. Sama seperti bila Anda ingin jadi pacar, tapi mengajukan diri sebagai teman agar lebih mudah diterima. Yang penting dekat dulu, padahal kedekatan yang Anda masuki adalah kedekatan yang jauh dari tujuan. Kalau langkah awalnya saja sudah salah, bagaimana dengan langkah selanjutnya?

Kita pikir cara tersebut sudah benar karena nyaris semua orang melakukannya. Bahkan beberapa sahabat kita juga menyarankan pendekatan cara “aman” tersebut. “Dengerin dulu semua curhatnya,” saran sahabat-sahabat kita. “Ntar kalau ada kesempatan, baru deh sikat habis.”

Sebaiknya buang jauh-jauh mindset  itu saat mendekati gebetan. Selama Anda memposisikan diri sebagai teman, wajar saja kalau gebetan tidak merasakan getaran-getaran cinta dari Anda. Yang dia rasakan hanyalah getaran pertemanan. Tidak ada rasa takjub, tidak ada keintiman, dan tidak ada rasa kangen ingin bertemu lagi. Dari sudut pandangnya, Anda sama seperti teman-temannya yang lain.

Kalaupun Anda sudah berhasil mengajaknya kencan, jangan posisikan diri Anda sebagai teman saja. Jangan habiskan waktu berjam-jam mendengar curhatannya. Jangan sok duduk berjauhan darinya. Dan jangan sok segan alim menghindari kontak fisik.

Itu sebabnya mengapa di Hitman System Online Training, kami selalu mengajarkan untuk bersikap konkret. Misalnya: PDKT wajib diisi dengan kencan, tatap muka, aktivitas menyenangkan, ngobrol seru, dan kontak fisik. Itu semua bertujuan mencegah Anda terperosok masuk ke jurang friendzone. Fokuskan diri melakukan hal-hal yang membuatnya jatuh cinta, bukannya malah berjam-jam mendengarkannya bercerita tentang orang lain yang dia taksir dan memberikan saran seperti ahli strategi perang. Selain rugi di waktu dan tenaga, Anda juga rugi perasaan!

Kemungkinan besar strategi PDKT Anda selama ini tidak jauh-jauh dari mencari tahu apa saja kesukaannya dia, berusaha bersikap friendly agar dia mau terbuka dengan Anda, dan memancing dia untuk bercerita masalah kehidupannya. Tidak ada yang salah dengan itu, tetapi jadi masalah ketika Anda stuck di situ-situ saja tanpa ada peningkatan aktivitas PDKT.

Misalnya nih:

Kalau Anda ingin menjadi pasangan baginya, maka bertindaklah seperti pasangan. Bukannya main aman dengan bertingkah seperti teman.

Mungkin Anda tidak sadar kalau rasa ngareplah yang membuat Anda sengaja masuk ke zona pertemanan. Rasa ngarep membuat Anda ingin diakui, diterima, dan dihargai oleh gebetan. Otak Anda berpikir keras bagaimana caranya agar gebetan mau menerima Anda. Akhirnya Anda berusaha menjadi teman baiknya karena hanya cara itulah yang Anda tahu. Toh hampir semua teman-teman Anda juga menyarankan hal yang sama.

Bila Anda hanya ingin menjadi temannya saja, caranya mudah: cukup berjam-jam dengarkan curhatannya, beri dia nasehat-nasehat penyemangat hidup, dan berusaha hadir kapanpun dia butuh. Selesai. Tapi kalau Anda ingin menjadi pasangannya, maka lakukan minimal 3 cara yang saya sebutkan di atas.

Makanya saya sering tekankan untuk memikirkan baik-baik strategi PDKT yang mau dijalankan. Cara Anda mendekati sangat menentukan hasil akhir yang akan Anda peroleh. Atau kalau Anda tidak punya waktu berpikir, Anda bisa mencomotnya dari Strategi Anti Ngarep yang berisi 12 strategi praktis tanpa ngarep.

Sekali lagi saya ingatkan: kalau mau jadi teman, silakan posisikan diri Anda sebagai teman. Namun, kalau mau jadi pasangan, ya lakukanlah pendekatan sebagai pasangan. Kalau ingin jadi pasangan tapi malah malah menawarkan pertemanan, ya jangan protes dong kalo Anda hanya diterima sebagai teman.

Salah siapa coba?