3 Akibat Dari Menikah Terlalu Cepat Karena Sudah Ngebet

Home Articles 3 Akibat Dari Menikah Terlalu Cepat Karena Sudah Ngebet
Share the knowledge!

Belakangan ini, sedang marak obrolan wanita yang ingin cepat-cepat menikah dan berumahtangga. Salah satu kisahnya saat ini sedang diperbicangkan secara hangat di media massa dan media sosial.

Kisah yang sedang marak di media itu mengingatkan Redaksi pada salah seorang klien yang berkonsultasi di Kelas Cinta. Seorang pria yang sebut saja bernama Ari, 26 tahun. Ari bertemu kekasihnya, Siska, 23 tahun di kampus tempat mereka kuliah. Mereka sudah menjalin hubungan selama 2 tahun lebih. Mereka saling mencintai dan memiliki banyak kesamaan. Mereka berniat menjalin hubungan yang lebih serius lagi segera setelah mereka berdua lebih mapan dan dewasa.

Namun, saat hubungan mereka hampir memasuki tahun ketiga, Siska menghubungi Ari, dan mendadak memutuskan hubungan karena Siska telah lebih dulu dilamar oleh pria lain, dan Siska menerima lamaran pria tersebut. Ketika Ari menanyakan alasan Siska menerima lamaran itu, Siska menjawab bahwa dia tidak ingin menunggu lebih lama lagi untuk merasakan kehidupan rumah tangga.

Akhirnya, dengan kekecewaan dan sakit hati yang begitu mendalam, dia pun merelakan Siska menikah dengan pria lain.

Mendengar kisah Ari tersebut, kita sudah bisa memaklumi keinginan Siska untuk buru-buru menikah karena telanjur ngebet merasakan keindahan rumah tangga sangatlah lumrah terjadi di Indonesia.

Menikah dan dia usia berapa kamu ingin melakukannya memang sudah menjadi hak asasi kamu, tetapi perlu dipahami bahwa pilihan kamu untuk menikah memiliki konsekuensi tidak main-main yang semestinya kamu pahami. Pernikahan tidak selamanya indah seperti ekspektasi kamu atau sebuah kesuksesan yang ramai-ramai harus dicapai bak perlombaan. Jika kamu masih ngebet menikah cepat-cepat tanpa saling mengenal pasangan kamu terlebih dulu, artinya kamu menyanggupi semua risiko dan konsekuensinya berikut ini.

1. Kamu Tidak Akan Punya Waktu Untuk Mengenal Pasangan Lebih Jauh

divorce-separation-marriage-breakup-split-39483via Pexels

Banyak pasangan yang bilang saling mengenal bisa dilakukan saat sudah menikah nanti. Tetapi, banyak dari mereka tidak sadar bahwa justru itulah resep perceraian.

Dalam sebuah penelitian bernama the PAIR Project yang diadakan oleh Penn State University, partisipan yang berupa 168 pasangan yang sudah menikah lebih dari 14 tahun diamati kepuasan mereka dalam rumah tangga. Hasilnya, pasangan yang dulunya menjalani hubungan 25 bulan sebelum akhirnya menikah memiliki rumah tangga yang paling membahagiakan.

Hal ini berkebalikan dengan pasangan yang lebih cepat menikah. Dari penelitian yang sama, para pasangan yang rata-rata menikah di bawah 18 bulan setelah pacaran (dan dalam jangka 9 bulan tersebut pasangan sudah bertunangan) justru rumah tangganya hanya bertahan paling lama 7 tahun. Sisanya pun sudah bercerai.

Dalam penelitian lainnya dari Emory University yang memiliki 3000 pasangan sebagai partisipannya menemukan bahwa pasangan yang sebelumnya berpacaran selama 3 tahun atau lebih mengurangi risiko perceraian sebanyak 39% dibanding suami-istri yang menikah kurang dari setahun setelah berkenalan. Sedangkan suami-istri yang masa pacarannya persis 2 tahun mengurangi risiko perceraian sebanyak 20%.

marriage-stability-dating
via Randal S. Olson

2. Menjalani Pernikahan Karena Ngebet Nikah Sudah Merupakan Motif yang Sangat Salah

StockSnap_4IFH7OWDL8via Stocksnap

Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pernikahan adalah motif kamu ingin menjalani pernikahan itu sendiri. Menurut Kate Figes, penulis buku “Couples: The Truth”, jika pasangan muda ngebet nikah karena ingin merasakan resepsi mewah, menjadi pusat perhatian, memuaskan ekspektasi mereka tentang jodoh sejati layaknya cerita dongeng, atau ingin merasakan stabilitas yang didapat dari pernikahan, mereka pasti akan dihempaskan oleh realita yang berujung pada perceraian.

Itulah sebabnya, sangat penting sekali buat kamu dan pasangan memiliki motif yang sangat jelas kenapa kalian ingin buru-buru menikah. Menikah karena ingin memuaskan ekspektasi serta menjadi pusat perhatian teman-teman tidak akan membawa dampak yang baik untuk kamu dan pasangan.

3. Penyesalan Selalu Datang Belakangan, Ketika Kamu Menemukan Ketidakcocokan dan Konflik Muncul Dalam Pernikahan

StockSnap_M8TAM64Z3Fvia Stocksnap

Sebelum menikah, kamu dan pasangan wajib bisa menjawab dengan jelas 7 pertanyaan ini:

  1. Bisakah kamu bisa mempercayai pasangan seutuhnya?
  2. Apakah kamu dan pasangan sudah kompatibel dalam mengekspresikan keintiman?
  3. Bisakah kamu menjadi dirimu yang terbaik di depan pasangan? Bisakah pasangan menonjolkan sisi terbaikmu dalam hubungan?
  4. Apakah gaya komunikasi pasangan denganmu membuatmu nyaman atau sebaliknya?
  5. Bagaimana cara kamu dan pasangan menangani konflik internal dalam hubungan?
  6. Bagaimana cara kamu dan pasangan menangani krisis, godaan, dan konflik eksternal lainnya dalam hubungan?
  7. Apakah kondisi finansial kalian sudah kompatibel untuk menjalani rumah tangga?

Apakah kamu dan pasangan bisa menjawab ketujuh pertanyaan tersebut dalam waktu 1-3 bulan setelah berkenalan dengan pasangan? Tentu tidak. Semakin cepat kamu menikah, kamu juga tidak punya waktu untuk mengenali seluruh aspek diri pasangan dan mengimbangi segala kelebihan dan kekurangannya.

Ekspektasi happily ever after yang ditelan mentah-mentah oleh banyak pasangan membuat mereka buta akan hal ini. Secara sosial budaya, mereka didoktrin untuk percaya bahwa pernikahan adalah solusi segala permasalahan dan puncak kebahagiaan. Padahal, cepat atau lambat, kebahagiaan dan excitement pernikahan akan memudar, lalu digantikan masalah yang mulai menghantui pernikahan.

Pertanyaan Terbesarnya Adalah, Kapan Waktu Paling Tepat Untuk Menikah?

StockSnap_KWQYVNN7OXvia Stocksnap

Jika kamu mencari kepastian angka, waktu yang paling tepat untuk menikah adalah 2 tahun setelah pacaran. Untuk lebih amannya, kamu bisa menunggu sampai 3 tahun atau lebih sebelum membuat keputusan. Dengan begitu, kamu bisa mengenali pasangan lebih dalam dan intim, memiliki lebih banyak waktu untuk quality time, dan memahami tujuan sebenarnya pasangan ingin menikah.

Waktu 2 tahun juga didukung oleh John Amodeo, MFT, penulis buku “Dancing with Fire: A Mindful Way to Loving Relationships”. Amodeo mengungkapkan, “Harus saya akui, saya mengkhawatirkan pasangan yang ingin menikah dalam kurun setahun atau dua tahun setelah pacaran. Pernikahan bisa berjalan dengan baik jika pasangan kompatibel dan dewasa. Namun, butuh waktu yang tidak sebentar untuk mengenal pasangan, melihat kekurangannya serta merasakan bagaimana kekurangan satu sama lain berinteraksi.”

Jadi, cinta, niat tulus, dan ekspektasi memang bisa menjadi motivasi bagus untuk cepat-cepat menikah setelah kenalan. Akan tetapi, ketiga hal tersebut tidak akan menyelamatkanmu dari konflik pernikahan dan perceraian. Bagaimana? Kamu masih ingin ngebet nikah?

Share the knowledge!