Saya sempat sharing tentang teman benalu (teman yang tidak supportif) beberapa waktu yang lalu. Saat itu saya bermaksud supaya para pembaca dapat melindungi dirinya sendiri dari pengaruh negatif pergaulan. Sayangnya, kadang, pengaruh negatif itu tidak datang dari orang lain. Yap, kadang, KITA sendiri lah yang menjadi benalu bagi orang lain.
Kadang, KITA lah yang berlaku seperti ini:
Mempermalukannya di depan orang lain.
Katakanlah, kamu sedang jalan bareng dengan teman-temanmu. Lalu kamu melihat resleting sahabatmu terbuka. Sebagai sahabat, kamu bisa menariknya menjauh dan memberitahunya dengan pelan supaya tidak didengar orang lain. Eh tapi kamu malah menunjuk ke arah selangkangannya, mengumumkan ke semua orang tentang hal tersebut lalu tertawa terbahak-bahak. Selamat ya, kamu resmi masuk daftar orang paling gengges abad ini.
Tidak memberi saran yang membangun.
Suatu hari, sahabatmu melakukan kesalahan dan ia terkena masalah. Sebagai sahabat, kamu mendengarkan cerita dia dari awal sampai akhir. Setelah ia selesai cerita, kamu menepuk punggungnya dan bilang, “Makanya, gue bilang juga apa. Elo sih nggak mau dengerin gue. Salah sendiri kan.” Lalu melanjutkannya dengan menyebutkan satu persatu semua kesalahan yang ia perbuat dan membodoh-bodohinya. Terima kasih untuk komentarmu yang tidak berguna dan tidak ia butuhkan, saya doakan kamu ngompol nanti malam.
Tidak mendukung.
Sahabatmu baru dapat gebetan. Ia lalu memintamu memeriksa apakah penampilannya sudah cukup oke untuk kencannya dengan gebetan barunya tersebut. Alih-alih memuji usahanya karna sudah rapi dan wangi, kamu malah bilang “Udah kaos oblong aja kayak biasa lah, nggak usah banyak gaya. Jadi diri lo sendiri aja! Biasa juga sandal jepit, apa adanya aja. Tampilan lo kayak homo!” Kenapa orang yang mau jadi maksimal malah disuruh jadi minimal? Kenapa tidak mendukung? Kenapa menyeret jauh orang yang siap terbang tinggi? Apakah iri? Siapkan jawabannya ya, nanti malam ada yang menunggu di bawah ranjangmu untuk menagihnya.
Tidak mau mendengarkan.
Ini paling ngeselin banget. Orang lagi cerita tentang masalah dirinya, eh langsung dibalas dengan cerita tentang pengalaman masalah dirinya yang lebih berat. Semacam adu cerita keren-kerenan, tapi ini adu siapa yang masalahnya lebih berat.
Sahabatmu mengeluh singkat tentang betapa lamanya ia harus mengantri di halte bus. Kamu balas dengan rintih keluhan tentang betapa kehidupan kamu lebih parah darinya, harus terjebak berjam-jam dalam kemacetan. Sahabatmu mengeluh singkat tentang lift yang rusak, kamu langsung cerita kehidupan beratmu yang harus turun dari lantai dua karena ketinggalan barang di lantai satu. Sahabatmu bercerita sedih tentang anjingnya yang menghilang, kamu langsung potong dan cerita panjang tentang bagaimana kamu lebih sedih lagi ketika dulu kamu kehilangan kucing (padahal kamu nggak pernah punya kucing). Kalau kamu tidak mampu berempati pada kesedihan orang lain, saya harap kamu beneran akan selalu lebih sedih dari semua pembaca lain di kelascinta.com.
Tapi tentunya saya berharap kamu dan saya tidak memiliki satupun ciri-ciri di atas. Tapi kalau selama kamu membaca artikel ini kamu memikirkan temanmu atau sahabatmu, mungkin ini saat yang tepat untuk mempertanyakan apakah orang tersebut pantas dipertahankan sebagai teman atau sahabat. Hargai sahabatmu, karena kamu tidak akan pernah tahu kapan kamu akan membutuhkan sahabatmu. Atau bila dia orang yang berjasa menjodohkan kamu dengan pacarmu yang sekarang.
Ada bobot dan nilai yang sangat tinggi yang menempel pada kata sahabat. Jangan rendahkan nilai tersebut dengan sikap-sikap di atas.