Tentu akan sangat menyenangkan bila kamu dapat menghiasi hari-hari kamu dengan afirmasi positif bukan? Tidak peduli seberapa buruk keadaan yang kamu alami, kamu tinggal mengucapkan ke diri sendiri: “Saya bahagia. Saya merasa bahagia dan tidak kekurangan satu pun.” Sebagian besar orang begitu memuja afirmasi-afirmasi positif seperti ini dengan alasan bahwa afirmasi positif dapat mengingatkan mereka dengan rasa syukur. Selain itu, afirmasi positif juga memberikan mereka semacam dorongan untuk lebih percaya diri dalam menghadapi hari.
Beberapa orang bahkan menyangkutpautkan afirmasi positif dengan kehidupan romansanya. Misalnya, ketika hendak berkenalan dengan orang yang mereka sukai. Sebelum melangkahkan kaki untuk maju berkenalan, mereka menghabiskan bermenit-menit di depan cermin sambil berujar ke diri sendiri: “Kamu adalah orang yang menarik. Tidak ada orang yang menolak berkenalan denganmu. Kamu pasti bisa mengajaknya berkenalan.” Setelah merasa cukup yakin dan percaya diri, mereka pun berani mengajak berkenalan orang tersebut.
Terdengar menyenangkan bukan? Cukup dengan berpikir positif, maka kita bisa mendapat rasa percaya diri secara instan!
Namun, kenyataannya tidak demikian.
Joanne Wood, seorang profesor di bidang psikologi, telah melakukan penelitian dengan mengumpulkan para patisipan yang dikelompokkan menjadi dua bagian: satu kelompok berisi orang-orang dengan kepercayaan diri yang tinggi dan satunya lagi berisi orang-orang dengan kepercayaan diri yang rendah. Para partisipan tersebut diminta untuk mengulangi kata-kata “Saya adalah orang yang sangat disayangi.” Setelah itu, Joanne Wood dan kawan-kawannya mengukur perasaan partisipan tentang diri mereka sendiri.
Hasilnya sungguh mengejutkan: orang-orang yang pada dasarnya sudah memiliki kepercayaan diri rendah malah merasa semakin tidak percaya diri setelah mengucapkan kata-kata tersebut. Penelitian tersebut sudah dibahas pada artikel psikologi yang berjudul “Why Don’t My Positive Affirmations Work?”
Joanne Wood menyimpulkan bahwa mengulangi pernyataan positif dalam diri memang akan bermanfaat bagi beberapa orang yang MEMANG memiliki tingkat rasa percaya diri tinggi, tetapi afirmasi positif bisa menjadi serangan balik yang berbahaya bagi orang-orang yang memiliki rasa percaya diri rendah.
Sebuah jurnal psikologi sosial berjudul “Positive Fantasies About Idealized Futures Sap Energy” juga mendukung temuan dari Joanne Wood. Di dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa para peneliti telah melakukan percobaan dengan meminta para partisipan yang kehausan untuk membayangkan diri mereka sedang meminum segelas air.
Para peneliti kemudian mengukur tekanan darah para partisipan dan menemukan bahwa para partisipan ternyata mengalami penurunan energi dan semangat untuk minum setelah membayangkan diri mereka sedang meminum air. Dalam kehidupan sehari-hari, hal ini cukup mengkhawatirkan karena kamu tidak akan memiliki motivasi untuk meraih apa yang kamu inginkan bila kamu sudah membayangkan telah meraih keinginan tersebut.
Anggaplah diri kamu ingin berkenalan dengan orang yang kamu suka. Sebelum mengajaknya berkenalan, kamu berpikir bahwa kamu adalah orang yang paling menarik sejagat semesta dan dia tidak mungkin menolak kamu. Afirmasi positif tersebut MEMANG bisa meningkatkan rasa percaya diri kamu bila pada dasarnya kamu sudah memiliki rasa percaya diri yang tinggi.
Namun, hal itu malah bisa membuat diri kamu semakin terpuruk bila kamu memiliki rasa percaya diri yang rendah. Bukannya menjadi berani mengajaknya berkenalan, kamu malah semakin minder untuk sekedar mendekatinya.
Akibatnya, kamu malah masturbasi otak dan merasa semuanya baik-baik saja. Ujung-ujungnya kamu hanya bisa mengamati sang target pujaan berjalan pergi meninggalkan kamu yang sibuk mengkhayalkan hal-hal positif.
Tidak hanya itu. Afirmasi positif seringkali digunakan untuk menyangkal keadaan yang sebenarnya terjadi.
Misalnya saja: kamu sudah mencoba berkenalan dengan orang yang kamu suka, tetapi dia malah menolak kamu mentah-mentah. Bukannya menginstropeksi diri, kamu malah menyalahkan orang tersebut dengan mengatakan: “Aku pikir kamu orangnya asik, ternyata tidak” atau kamu berpikir: “Ah dia ternyata gak menarik. Gak mungkinlah ada orang yang menolakku.” Akibatnya kamu terus menerus menyalahkan orang-orang yang menolak kamu dan kamu sendiri tidak melakukan perbaikan apa-apa karena merasa yakin bahwa semua orang seharusnya menyukai kamu.
Sayangnya dunia tidak bekerja seperti itu. Mereka menolak karena mereka memang tidak tertarik dengan kamu dan kamu tidak bisa memaksa orang lain untuk menyukai kamu. Sah-sah saja bila mereka tidak menyukai kamu dan bukan berarti mereka tidak asyik.
Bila kamu merasa ada yang tidak beres dengan kualitas romansa kamu—entah kamu susah PDKT atau sedang bermasalah dengan pasangan—maka berhentilah menghibur diri dengan kata-kata positif! Kenyataannya jelas; semua masalah itu berasal dari diri kamu sendiri dan bukan dari orang lain.
Ada yang harus diperbaiki di dalam diri kamu. Apabila memang ada pihak ketiga yang menyebabkan romansa kamu bermasalah, alangkah baiknya kalau kamu mau menyadari bahwa dunia memang tidak selalu sejalan dengan keinginan kamu.
Terima semua masalah tersebut dan lakukan sesuatu yang dapat mengubah diri kamu menjadi lebih baik. Itu jauh lebih keren daripada terus-terusan berarfirmasi positif tanpa melakukan apa-apa.