Akhir-akhir ini, saya semakin sering mendengar permasalahan-permasalahan cinta yang dihadapi wanita Indonesia. Terkadang, bila permasalahan masih bisa dikomunikasikan dengan pasangan dan diselesaikan, tentunya saya akan menyemangati dan memberi saran-saran untuk menjaga kelangsungan hubungan. Namun, beberapa kali saya menemukan keadaan di mana komunikasi dengan pasangan sudah mustahil, nggak ada jalan untuk kompromi, dan sudah nggak ada gunanya lagi untuk diperjuangkan. Saya pun menganjurkan untuk mengakhiri hubungan.
Much to my surprise. Ternyata banyak sekali wanita yang enggan mengakhiri hubungan dengan alasan “masih sayang”, meski hubungannya sudah hancur dan dirinya (atau pasangannya) sudah kacau-balau hancur-lebur karena saling menyakiti.
Awalnya geregetan karena saya pikir wanita-wanita tersebut, saking sayangnya sama pasangan, sampai lupa menyayangi diri sendiri. Namun setelah beberapa kali menerima jawaban yang sama dari wanita yang berbeda, saya pun beralih dari geregetan menjadi iba. Teringat salah satu quote dari serial TV House:
No, you don’t love him. You just don’t want to be alone.
Atau mungkin, kamu hanya menyukai gagasan tentang being in love, tapi kamu nggak mencintai dia. Dirinya hanyalah orang salah yang berada di sampingmu di saat yang tepat. Sehingga ia pun kauberikan peran sebagai The One. Tapi ia bukan orang yang tepat untukmu.
Atau kamu bukan orang yang tepat untuknya. Atau kamu berdua adalah orang yang tepat, di waktu dan keadaan yang nggak tepat.
Kamu nggak mencintai dia. Kamu hanya mencintai “harapan” bahwa suatu saat ia akan berubah menjadi yang kamu inginkan. Kamu nggak mencintai dia. Kamu hanya merasa lebih baik memiliki pacar, sesampah apa pun hubungannya, daripada menyandang status jomblo. Kamu nggak mencintai dia. Kamu hanya malas putus karena harus mencari orang baru dan mulai dari awal lagi. Kamu nggak mencintai dia. Kamu hanya mencintai imajinasimu bahwa masih ada harapan, masih bisa diperjuangkan.
Kamu nggak mencintai dia. Kamu hanya nggak ingin kesepian, sendirian, seakan nggak ada yang memperhatikan. Makanya kamu berkeras nggak mau melepaskannya, sesampah apa pun hubungannya.
Dan bila memang kamu berkeras seperti itu, kelihatannya tamparan seluruh dunia pun nggak dapat mengubah pikiranmu. Baiklah, lakukan seperti yang kau inginkan, princess. Ikuti saja hatimu dan terjunlah ke jurang itu. Namun di bawah sana, nggak ada kebahagiaan. Hanya ada kekecewaan yang berulang lagi dan lagi. Nanti bila kamu sudah lelah, enek, muak, dan kehabisan waktu, tengoklah ke atas.
Merayap naik dari jurang akan sulit dan melelahkan. Namun di atas sana, ada harapan akan masa depan yang lebih baik. Bila kamu sudah siap memanjat, ulurkan saja tanganmu. Kita panjat tebing ini bersama-sama.
Love and hugs,
Yours always.