Kata orang, cinta itu buta. KATANYA. Makanya bisa lihat di sekeliling kita, orang-orang bertahan dalam relationship yang melelahkan. Nggak hanya di novel, di film ataupun di sinetron, tapi juga di kehidupan nyata. Mungkin orang yang kita kenal, mungkin saudara kita sendiri, atau bahkan mungkin kita sendiri pun sedang terlibat dalam hubungan yang abusive.
Pertama yang perlu kamu pahami, cinta lahir tanpa dosa asal. Jadi, jangan menyalahkan cinta buta kalau kamu terjebak dalam abusive relationship. Hanya saja, seperti sebuah quote yang pernah saya dengar dari film The Perks of Being a Wallflower, “we accept the love we think we deserve,” kita merasa layak diperlakukan secara abusive sehingga kita menerima perlakuan tersebut.
Tapi nggak, ini bukan salahmu sepenuhnya. Coba lihat dulu beberapa pola prilaku relationship abuser berikut untuk tahu lebih jelas bagaimana kamu bisa terjebak.
Abuser Biasanya Memonopoli Pasangannya
Mereka membuat pasangannya menjauh dari teman dan keluarga, untuk melemahkan sistem support pasangan. Sehingga ketika ada masalah dalam hubungan, kamu nggak berani pergi karena seluruh duniamu hanya berisikan dirinya selama ini. Pergi menjauh rasanya sama absurdnya dengan seekor kerang yang memutuskan untuk tinggal di luar cangkangnya.
Abuser Biasanya Memegang Kendali Atas Kehidupan Pasangannya
Mulai dengan cara selalu mengecek keberadaan pasangan, selalu bertanya sedang apa dan dengan siapa (bahkan nggak jarang dengan meminta bukti foto atau video call), meminta password sosial medianya, rutin mengecek inbox HP pasangan, hingga dengan cara meminta pasangan menyerahkan pendapatan bulanan agar mereka dapat mengontrol finansial pasangan. Kontrol berlebihan ini membuat kamu menjadi lebih sulit untuk pergi menjauh. Sebab, setiap kali pasanganmu melihat celah kamu akan pergi, ia akan membuat kegaduhan dan mempersulit hidupmu.
Abuser Menghancurkan Self-esteem Pasangan
Pikirkan ini: Apa yang diserang pasangan ketika sedang bertengkar denganmu? Apakah kamu berdua membahas dengan tenang dan mengusulkan penyelesaian bersama? Atau pasanganmu mengkritik semua sifat burukmu, semua kesalahan masa lalu, tanpa saran yang membangun?
“Kamu sih, jadi orang susah banget diomongin, nggak mau ngerti-ngerti, goblok juga ada batasnya kali! Otak ditaroh di mana? Dulu juga gitu, sekarang diulangin lagi. Pantesan dari dulu kaga ada yang mau sama kamu. Sial banget sih aku ketemunya cewek goblok kayak kamu.”
Coba saja selama tiga puluh hari berturut turut, pasanganmu bilang padamu kalau kamu bodoh, nggak ada yang mau, nggak pantas untuk disayang, dsb. Meski semuanya itu hanya omong kosong, tanpa adanya support system (point nomor 1), dan karena pasanganmu adalah orang yang “memegang” hidupmu (point nomor 2), kamu nggak bisa nggak percaya pada pasanganmu.
Setelah membaca ketiga pola perilaku abuser di atas, saya harap kamu kini mengerti mengapa dapat terjebak dalam abusive relationship, dan apa yang salah. Bukan cinta yang salah. Bukan karena kamu pantas diperlakukan seperti itu. Bukan karena kamu wanita sialan dan nggak ada yang suka selain pasanganmu. No. Yang salah hanyalah karena kamu kehilangan support system dan kendali atas hidupmu.
Jadi, kalau kamu mau keluar dari hubungan yang merusak tubuh dan batinmu ini, perlu ingat selalu dan setiap saat: You are strong and you are loved. Selanjutnya, reach out to your family and friends. Kalau nggak ada teman dan keluarga, cari bantuan dari lembaga kemanusiaan. Take the first step to freedom, ladies, I can’t wait to meet you on this side.