Beda Budaya Bikin Beda Cara Bicara. Jadi Masalahkah?

Home Articles Beda Budaya Bikin Beda Cara Bicara. Jadi Masalahkah?
Share the knowledge!

Beda budaya dalam hubungan seringkali cuma lucu di awal, lalu ambyar di tengah jalan. Lucu karena Anda masih menemukan hal-hal baru dari pasangan, bisa karena logatnya yang mengingatkan Anda pada aktor Kasino, cara makannya yang memakai sumpit ketimbang sendok, dia lebih nyaman duduk di lantai ketimbang di kursi, dan sebagainya. Memang lucu ya? Tapi sekali lagi, itu cuma di awal hubungan Anda saja.

Nanti setelah sudah kenal pola-pola tingkah laku dan kebiasaannya, maka Anda baru menganggapnya sebagai masalah karena perbedaan itu ternyata tidak sesuai dengan kepribadian atau kebiasaan Anda. Masalah paling kentara bukan cara makan yang berbeda, logat bicaranya, atau kesukaannya, tapi ketika kalian lagi berkomunikasi.

Di Indonesia ada banyak sekali daerah-daerah yang beda budaya satu sama lain. Ada daerah yang masyarakatnya berkomunikasi dengan nada ketus seperti lagi marah, padahal sedang mengobrol biasa. Ada juga daerah yang masyarakatnya lebih kalem sehingga nada bicaranya lebih pelan dan santai. Dua orang yang beda budaya dan beda cara bicaranya, seringkali bermasalah karena salah paham. Pihak yang lebih kalem merasa tersinggung karena diajak ngomong dengan nada ketus, sementara pihak lainnya merasa tidak salah karena memang begitu cara bicara mereka. Anda juga pasti pernah salah paham seperti itu, bukan?

Baca juga:
Mengapa Orang Malas Ngobrol Dengan Anda?

Bayangkan kalau Anda mengalami masalah perbedaan cara bicara itu dengan pasangan. Seperti saya bilang di awal, mungkin itu lucu dan seru saat kalian masih di tahap saling mengenal satu sama lain. Namun, lama-lama pasti bakal mengesalkan karena kebiasaannya bertolak belakang dengan Anda. Mau mengubah cara bicara pasangan juga nyaris tidak mungkin karena itu sudah terprogram dari kecil. Jadi bagaimana Anda menghadapi perbedaan cara bicara karena beda budaya itu?

Masalah itu yang saya hadapi bersama pasangan karena kami berasal dari daerah yang budayanya cukup bertolak belakang. Saya lahir dan besar di Kalimantan, sementara pasangan dari Jawa. Jika Anda tinggal lama di Kalimantan, Anda tentu mengerti bahwa nada bicara orang-orang di sana cukup tinggi, bahkan untuk berbicara biasa pun bisa terdengar seperti lagi bertengkar. Sedangkan pasangan saya yang berasal dari Jawa, nada bicaranya lebih rendah, lebih pelan, dan lebih kalem.

Mulanya kami menganggap itu sebagai hal yang lucu dan unik karena kami seperti tokoh dalam Beauty and the Beast kalau lagi bicara; nada suara saya yang tinggi ketus ditimpali nada suara pasangan yang lembut. Yah pokoknya masih bisa ditolerir jadi tidak menimbulkan masalah. Tapi semakin lama hubungan itu berjalan, seringkali kami bertengkar karena nada suara saya yang terbiasa disetel tinggi lama kelamaan dianggapnya seperti lagi marah. Nah, saya juga kesal karena harus berulang kali menjelaskan bahwa saya baik-baik saja, tidak lagi kesal karena apa pun.

Bulan-bulan pertama masih bisa dimaklumi, tapi ke depannya semakin menjadi-jadi karena pasangan menganggap saya selalu ketus, tidak bisa diajak bicara santai, dan tidak mau berubah. Saya juga semakin kesal dong karena menganggapnya tidak mau mengerti kalau gaya bicara saya memang ketus. Bagaimana saya bisa menurunkan setingan suara yang sudah terbiasa tinggi dari kecil?

Baca juga:
Berapa Lama Emosi Dalam Hubungan?

Tentu ini tidak bisa dibiarkan berlama-lama karena kami masih ingin bersama. Keinginan itu yang membuat kami sering berdiskusi bagaimana mengatasi masalah yang berkepanjangan ini. Untungnya, kami sudah mengikuti Kelas Cinta sejak lama sehingga kami mengerti bahwa masalah apa pun sebaiknya dibicarakan, dirumuskan, dan didebatkan sampai ketemu solusinya. Jangan seperti kebanyakan pasangan yang justru saling diam dan berharap pasangannya bakal mengerti. Tidak! Keajaiban itu cuma ada di sinetron atau cerita dongeng, itu tidak bakal terjadi di kehidupan nyata!

Hasil diskusi itu membuat kami menemukan solusinya yang mana bisa jadi solusi Anda jika punya masalah sama dengan kami:

Solusi Pertama, Pasangan Harus Sering Diingatkan Kalau Nada Suaranya Meninggi

Pihak yang terbiasa ketus tentu tidak tahu apakah nada suaranya meninggi atau tidak, sehingga pihak yang lebih kalem harus rajin mengingatkan ketika nada suaranya mulai meninggi. Pihak yang lebih kalem adalah bel pengingat terbaik karena dia yang paling mengerti kebiasaan pasangannya. Kalau bukan dia, lalu siapa lagi?

Mengingatkannya cukup dengan “Beb, nada suara kamu mulai ketus tuh”. Tentu tidak ditambahi dengan mata melotot dan bernada ketus pula, pakailah nada suara yang lembut seperti ibu atau bapak yang mengasihi anaknya.

Jika Anda pihak yang ketus, maka jangan marah, kesal, atau ngambek karena diingatkan pasangan. Nada suara Anda dalam keadaan normal saja sudah berpotensi menimbulkan masalah, apalagi ditambahi dengan masalah sungguhan. Bisa-bisa pasangan jadi malas mengingatkan kalau malah ujung-ujungnya malah bertengkar.

Solusi Kedua, Pasangan Harus Langsung Menurunkan Suaranya Saat Diingatkan

Jelas saja karena apa poinnya kalau sudah dingatkan tapi suaranya tetap ketus? Memang rasanya agak ganjil kalau harus merendahkan suara saat lagi ngobrol, tapi lama-lama bakal terbiasa juga.

Untuk Anda yang suaranya ketus, maka Anda bisa melakukan latihan menurunkan agresivitas suara dengan cara ini: tenangkan dulu otot leher Anda karena otot leher yang tegang biasanya berpotensi meninggikan suara. Kemudian berbicaralah seperti setengah berbisik, tapi volume suaranya sedikit dinaikkan sehingga pasangan bisa mendengarnya.

Latihan sederhana ini akan menahan keketusan suara Anda. Lakukanlah setiap kali Anda mengobrol dengan pasangan. Sebisa mungkin jangan menunggu sampai dia ingatkan, Anda harus berinisiatif mengambil langkah duluan.  

Solusi Ketiga, Sadari Bahwa Nyaris Mustahil Mengubah Kebiasaan

Kedua pihak harus menyadari bahwa yang namanya kebiasaan adalah hal yang nyaris mustahil diubah. Contohnya, Anda yang sudah terbiasa minum teh setiap sore bakal merasa ganjil kalau tiba-tiba harus berhenti minum teh. Memang kebiasaan bisa berubah, tapi tetap saja membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Apalagi kalau sudah menyangkut kebiasaan berbicara karena budaya sudah membentuknya seperti itu sejak kecil.

Tujuan untuk mengingatkan di atas adalah untuk mengubah nada ketus itu sementara saja, setidaknya selama mengobrol. Jangan sekali-sekali berpikir untuk mengubah pasangan selamanya karena Anda bakalan capek dan kecewa jika pasangan tidak juga berubah.

Solusi Keempat, Jangan Jadikan Budaya Sebagai Alasan Untuk Tetap Bernada Ketus

Biasanya pasangan yang ketus akan beralasan bahwa suaranya memang begitu dari dulu jadi tidak bisa dipelankan meski sebentar. Alasan ini sebenarnya hanya tameng pelindung dari alasan sebenarnya yaitu malas berkontribusi dalam hubungan. Lagipula tujuan mengingatkan itu bukan untuk mengubah nada ketus itu selamanya, tapi untuk direndahkan sebentar agar tidak ada pihak yang salah paham.

Bila Anda adalah pihak yang ketus, maka ingat bahwa saling mengingatkan ini untuk kepentingan bersama dan menjaga hubungan agar lebih stabil. Buang jauh-jauh alasan yang membuat Anda ngotot tidak mau menurunkan nada suara. Pasangan sudah berkontribusi dalam hubungan dengan cara mengingatkan Anda, timbal baliknya dari Anda adalah dengan mengucapkan terima kasih karena sudah diingatkan lalu pelankan suara agar tidak terdengar ketus.

Baca juga:
Komunikasi Bukan Kunci Hubungan Harmonis

Kerja sama antar pasangan sangat diperlukan di sini karena percuma Anda ngos-ngosan berusaha melakukan keempat solusi di atas, tapi pasangan ogah-ogahan. Sudah menguras tenaga dan waktu, eh hasilnya tidak ada. Anda yang rugi banyak.

Makanya sebelumnya terjun melakukan operasi perubahan, Anda harus mendiskusikannya dulu dengan pasangan. Katakan bahwa Anda tidak nyaman dengan perbedaan cara bicara di antara kalian sehingga sering salah paham. Anda khawatir perbedaan itu bisa memperburuk hubungan di kedepannya, jadi kalian harus mengambil langkah-langkah pencegahan sebelum itu terjadi.

Seharusnya pasangan mau bekerja sama kalau dia memang ingin hubungan itu jadi lebih berkualitas. Apakah solusi itu nanti berhasil atau tidak adalah urusan belakangan, yang terpenting Anda dan pasangan setuju dulu untuk melakukan solusi tersebut.

Tapi kalau pasangan tidak mau diajak kerja sama? Wah jangan-jangan dia memang tidak serius menjalani hubungan dengan Anda. Saya percaya bahwa hubungan cinta sama seperti bekerja. Bagaimana Anda bisa berharap hubungan itu awet langgeng kalau cuma Anda saja bekerja? Cepat atau lambat, hubungan itu akan berakhir. Kalau dipaksa bertahan pun, isinya cuma masalah dan masalah. Tidak ada jalan keluar karena toh cuma Anda saja yang bekerja keras!

Baca juga:
Ini Tandanya Kalau Dia Memang Serius Sama Anda!

Masalah perbedaan cara bicara karena beda budaya ini hanyalah sebagian dari puluhan masalah lain yang sering terjadi dalam hubungan. Masalah yang berbeda tentu memerlukan solusi yang berbeda. Di KC STAR, ada banyak mindset, solusi, dan strategi yang bisa Anda terapkan sesuai dengan masalah yang Anda hadapi. Anda tinggal membeli produknya lewat LINK di bawah dan pilih solusi masalah yang Anda mau.

YA SAYA MAU BELAJAR MEMPERBAIKI HUBUNGAN DI KC STAR

Terus belajar di Kelas Cinta ya, biar hubungan cinta Anda semakin berkualitas!

Share the knowledge!